Thursday 31 December 2020

2020, Tahun Kehilangan dan Harapan

 Tahun 2020, adalah tahun yang paling berkesan bagi saya...


Berawal sejak 3 Januari 2020, istri saya secara tiba-tiba masuk rumah sakit karena kondisi kandungannya "memburuk". Saat itu, istri tengah mengandung anak kedua kami. 

Dokter menerangkan bahwa istri saya mengalami preeklampsia, atau gangguan kehamilan yang ditandai oleh tekanan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi dalam urine. Kondisi ini dapat membahayakan organ-organ lainnya, seperti ginjal dan hat (Alodokter). 

Jika dibiarkan, preeklampsia akan mengancam janin dan nyawa istri saya. Praktis, saya harus bergegas menyelamatkan istri saya ke rumah sakit.

Istri saya dirawat intensif di ruang HCU selama 4 hari sebelumnya akhirnya melahirkan secara caesar pada 7 Januari pagi. Senang sekaligus sedih. Senang, karena istri berhasil bertahan hingga melahirkan dengan selamat. Sedih karena anak kami harus berjuang untuk hidup. 

Ya, anak kami lahir dengan berat sekira 1,4 kilogram. Anak yang kami beri nama "Aruna Hassya Magda" ini harus pula menjalani perawatan intensif di ruang NICU dan Perina. Hampir 14 hari kami terpisah dengan anak kedua kami.

Kami saling menguatkan. Entah berapa kali kami pulang pergi ke rumah sakit yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal kami. Dan sudah banyak pula uang kami keluarkan untuk "menebus" perawatan anak kami, mengingat perawatan istri dan anak kami tidak menggunakan BPJS maupun asuransi apa pun.

Alhamdulillah, kami bisa menjalani tantangan tersebut. Banyak yang bersimpati pada usaha kami, banyak yang mendoakan dan menyumbangkan sedikit materielnya. 

Dua bulan berselang, pandemi Covid-19 melanda di Indonesia...

Saya harus bekerja dari rumah. Awal bekerja dari rumah, saya masih menganggap bahwa itu adalah sebuah liburan. Nyatanya, pandemi terus menggurita dan entah sampai kapan akan berakhir. Saya menjalani hari-hari dengan berdiam diri di rumah.

Pandemi ini membuat banyak orang meninggal dunia. Kami takut menjadi salah satunya. Penerapan protokol kesehatan yang ketat dan membatasi setiap aktivitas sudah kami lakukan agar kami tetap terhindari dari virus Corona.

Hingga tulisan ini ditulis, pandemi masih terjadi di Indonesia. Satu persatu orang-orang yang kami tahu dan kami kenal harus menjadi korbannya. 

Di tahun ini pula, kami banyak mendengar berita duka cita. Seolah tidak pernah habis warta duka ini kami dengar dan kami lihat. 

Di tahun ini pula, saya harus menerima kabar yang sangat menyakitkan. Saya kehilangan Bapak saya untuk selama-lamanya pada 5 September 2020. Kematian Bapak tidak pernah saya duga sebelumnya, karena almarhum terlibat kecelakaan saat pulang bekerja. 

Di usianya yang menginjak 63, Bapak masih kuat untuk membawa motornya pulang pergi Bandung-Subang setiap harinya. 

Naas, jalan yang biasa dilaluinya untuk menjemput rezekinya ternyata menjadi jalan terakhir yang Bapak tempuh. 

Kematian Bapak menjadi cambuk bagi saya. Saya seperti kehilangan sebagian nyawa saya. Hingga saat ini, saya masih mengingat sosoknya. Rasa sedih terus menggelayuti saya, tetapi saya tidak bisa untuk mengeluarkannya. Air mata saya tertahan. Namun, di hati saya, air mata serasa menghunjam dada.

Di tahun ini, tahun penuh tragedi sepanjang hidup saya. Saya begitu banyak mendapat cobaan. Saya lebih banyak mendapatkan rasa sedih ketimbang bahagia. Sedih, karena banyak ujian yang saya mesti terima.

Tahun 2020 akan berganti. Saya harap tahun 2021 akan banyak kebahagiaan dan energi positif yang datang menggantikan kemuraman di 2020.

Selamat tinggal 2020. Terima kasih sudah mengajarkan saya tentang sebuah kesedihan,