Monday, 30 January 2012

MELANKOLIS


Pernahkah Anda merasa terharu ketika mendengarkan sebuah lagu? Atau pernahkah tiba-tiba Anda ingin menyendiri sambil mendengarkan alunan lagu yang sendu lalu hanyut ke dalam suasana hati yang rawan? Jika Anda pernah merasakan hal tersebut, maka Anda termasuk ke dalam orang-orang yang melankolis.
Sering kan kita mendengar jika ada orang yang tiba-tiba ingin mendengar musik yang mendayu-dayu, maka teman-temannya akan mengatakan bahwa ia sedang melankolis. Pada kasus lain, orang akan menyebut seseorang melankolis bila ia berbicara puitis dan mudah larut dalam suatu keadaan yang dramatis. Bahkan tidak jarang mendengar alunan lagu klasik melalui gesekan cello saja, jiwa melankolis akan berurai air mata.
Melankolis adalah salah satu sifat/kepribadian yang dimiliki oleh manusia. Melankolis berarti suatu keadaan jiwa yang lamban, pendiam, murung, muram, dan sayu. Keadaan ini bisa diakibatkan oleh pembawaan pribadi atau pun hal-hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami perasaan sedih yang mendalam, misalnya seseorang yang dekat dan dicintainya meninggal, putus dari kekasih, dipecat, tidak lulus ujian, dan lain-lain.
Melankolis yang berarti pembawaan diri adalah sifat dari manusia yang murni mempunyai sifat melankolis. Sifat ini ditandai dengan kepekaan manusia tersebut terhadap keadaan dan suasana di sekelilingnya. Melankolis begitu sensitif dengan sedih dan amarah. Jika dirinya sedang bersedih, maka ia akan memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari kesunyian untuk menenangkan jiwanya. Apabila ia melihat ada teman atau kerabatnya yang bersedih, maka ia adalah orang pertama yang akan berempati terhadap teman yang bersedih tersebut.
Melankolis mempunyai jiwa yang mudah terharu, namun bukan berarti ia seorang yang cengeng. Karena jiwanya yang peka, ia mampu menunjukkan kepekaannya dengan cara yang kita sebut dengan romantis. Romantis inilah yang menjadi penonjol utama seseorang yang berjiwa melankolis. Ia akan menangis karena memang jiwanya lebih peka terhadap suasana yang ia anggap rawan. Tangisannya bukan berarti tangisan seseorang yang manja dan butuh kelonan. Dan seringkali orang-orang menganggap seseorang yang berjiwa melankolis sebagai seorang yang cengeng sehingga terkadang jiwa melankolis sering diartikan sebagai manusia lemah dan tidak berdaya.
Di balik sensitivitasnya, ia adalah seorang perencana yang baik. Ia mampu merencanakan dari jauh-jauh hari tentang apa yang akan dilakukannya hari ini, esok, bahkan di masa yang akan datang. Ia memiliki orientasi untuk melakukan sesuatu dan ia akan melakukannya dengan baik berdasarkan apa yang telah diorentasikannya. Kelebihan yang lain adalah ia berjiwa seni yang tinggi. Ia mampu merangkai kata-kata indah yang bisa menaklukkan hati wanita. Namun, bukan berarti ia menciptakan puisi untuk menyatakan cinta. Jiwa melankolis adalah jiwa yang tersembunyi. Ia tidak bisa ditebak dan ia tidak mampu menebak. Kata-kata indah yang ia ciptakan seringkali hanya untuk dinikmati sendiri, karena baginya seni adalah untuk dirinya sendiri (semacam moto Humanisme Universal). Jika ada orang-orang yang memujinya, ia selalu skeptis terhadap pujian tersebut, apakah memang benar-benar sebuah pujian yang murni atau sekadar hanya untuk menyanjungnya.
Rasa skeptis tersebut akan membuat ia berpikir dua kali untuk mengomersilkan dirinya. Oleh karena itu, sifat melankolis akan merasa nyaman ketika bekerja “di balik layar”, atau melakukan sesuatu tanpa ketahuani tetapi hasilnya sangat bermanfaat bagi orang lain. Begitu pun halnya dengan perasaan cinta. Orang melankolis akan susah utnuk menyatakan cinta, karena ia selalu ragu apakah orang yang dicintainya itu akan menerima cintanya atau tidak. Jika dalam istilah kekinian kita mendengar adalah istilah “pemuja rahasia”, maka istilah tersebut bersumber dari orang-orang melankolis yang malu untuk menyatakan cinta. Istilah filsafatnya adalah cinta platonik.
Lain halnya dengan melankolis yang dipengaruhi oleh suasana. Orang-orang ini merupakan “melankolis dadakan”. Keadaan seperti ini seringkali membuat polaritas dalam kehidupan manusia. Hampir semua manusia akan merasakan keadaan tertekan dan sedih. Wajar saja, karena manusia adalah makhluk yang lemah. Sekuat apapun manusia menahan rasa sedih, ia akan selalu mengenangnya dalam suasana yang muram manakala teringat akan perasaan sedih tersebut.
Salah satu hal yang gampang membuat manusia menjadi melankolis dadakan, yaitu alunan lagu yang sendu dengan lirik yang sedih dan puitis,. Di Indonesia, lagu-lagu yang menceritakan duka kehidupan banyak sekali tercipta dan sering membuat pendengarnya hanyut dalam suasana yang diciptakan oleh lirik dan nada dari lagu tersebut. Apalagi jika cerita yang disampaikan dalam lirik tersebut pernah dialami oleh orang-orang yang mendengar lagu tersebut. Secara otomatis, pikiran akan melayang membayangkan seandainya ia yang diceritakan dalam lagu tersebut.
Dalam hal-hal yang lain, setiap orang akan mengalami masa-masa yang melankolis. Maka, kita jangan takabur dulu menganggap kita adalah makhluk terkuat yang dibuktikan dengan tidak mudah menangis. Pada kenyataannya manusia mempunyai dua sisi, yaitu sisi memberontak dan sisi yang rawan. Sisi yang memberontak akan keluar apabila manusia menerima hal-hal atau suasana yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sementara itu, sisi yang rawan adalah sisi yang begitu mudah terpengaruhi oleh suasana sekitar. Sifat melankolis pun akan begitu mudah masuk dari sisi rawan ini lalu membuat manusia menjadi lemah dan tidak berdaya menghadapi lagu-lagu yang mendayu-dayu ataupun tontonan yang menonjolkan suasana yang mengharu biru.
Oleh karena itu, sifat melankolis akan selalu melekat dalam pribadi manusia, baik itu menjadi kepribadian atau pun sifat yang terkadang memengaruhi jiwa. Namun, melankolis yang berlebihan dan dibiarkan berlarut pun akan menjadi sebuah kelainan jiwa yang dinamakan melankolia, yakni kelainan jiwa yang ditandai oleh rasa depresi yang tinggi dan ketidaaktifan fisik.
Melankolis tidak selamanya identik dengan tangisan ataupun galau. Yang ditekankan dalam melankolis sesungguhnya bukanlah pada tangisan, tetapi pada kepekaan kita terhadap suasana di sekeliling kita. Pada dasarnya, melankolis mengajarkan kita untuk selalu berempati terhadap orang lain, khususnya orang-orang yang mengalami sebuah penderitaan atau kesedihan. 

sumber gambar : http://blogs.unpad.ac.id/ibnunashr/2011/10/03/malam-melankolik/


Salam Humaniora
Bandung, 29 Januari 2012

No comments:

Post a Comment