Pernahkah Anda merasa terharu ketika mendengarkan sebuah lagu? Atau
pernahkah tiba-tiba Anda ingin menyendiri sambil mendengarkan alunan lagu yang
sendu lalu hanyut ke dalam suasana hati yang rawan? Jika Anda pernah merasakan
hal tersebut, maka Anda termasuk ke dalam orang-orang yang melankolis.
Sering kan kita mendengar jika ada orang yang tiba-tiba ingin mendengar
musik yang mendayu-dayu, maka teman-temannya akan mengatakan bahwa ia sedang
melankolis. Pada kasus lain, orang akan menyebut seseorang melankolis bila ia
berbicara puitis dan mudah larut dalam suatu keadaan yang dramatis. Bahkan
tidak jarang mendengar alunan lagu klasik melalui gesekan cello saja, jiwa
melankolis akan berurai air mata.
Melankolis adalah salah satu sifat/kepribadian yang dimiliki oleh
manusia. Melankolis berarti suatu keadaan jiwa yang lamban, pendiam, murung, muram,
dan sayu. Keadaan ini bisa diakibatkan oleh pembawaan pribadi atau pun hal-hal
yang bisa menyebabkan seseorang mengalami perasaan sedih yang mendalam,
misalnya seseorang yang dekat dan dicintainya meninggal, putus dari kekasih,
dipecat, tidak lulus ujian, dan lain-lain.
Melankolis yang berarti pembawaan diri adalah sifat dari manusia yang
murni mempunyai sifat melankolis. Sifat ini ditandai dengan kepekaan manusia
tersebut terhadap keadaan dan suasana di sekelilingnya. Melankolis begitu
sensitif dengan sedih dan amarah. Jika dirinya sedang bersedih, maka ia akan
memisahkan diri dari kelompoknya dan mencari kesunyian untuk menenangkan
jiwanya. Apabila ia melihat ada teman atau kerabatnya yang bersedih, maka ia
adalah orang pertama yang akan berempati terhadap teman yang bersedih tersebut.
Melankolis mempunyai jiwa yang mudah terharu, namun bukan berarti ia
seorang yang cengeng. Karena jiwanya yang peka, ia mampu menunjukkan
kepekaannya dengan cara yang kita sebut dengan romantis. Romantis inilah yang
menjadi penonjol utama seseorang yang berjiwa melankolis. Ia akan menangis
karena memang jiwanya lebih peka terhadap suasana yang ia anggap rawan.
Tangisannya bukan berarti tangisan seseorang yang manja dan butuh kelonan. Dan
seringkali orang-orang menganggap seseorang yang berjiwa melankolis sebagai
seorang yang cengeng sehingga terkadang jiwa melankolis sering diartikan
sebagai manusia lemah dan tidak berdaya.
Di balik sensitivitasnya, ia adalah seorang perencana yang baik. Ia mampu
merencanakan dari jauh-jauh hari tentang apa yang akan dilakukannya hari ini,
esok, bahkan di masa yang akan datang. Ia memiliki orientasi untuk melakukan
sesuatu dan ia akan melakukannya dengan baik berdasarkan apa yang telah
diorentasikannya. Kelebihan yang lain adalah ia berjiwa seni yang tinggi. Ia
mampu merangkai kata-kata indah yang bisa menaklukkan hati wanita. Namun, bukan
berarti ia menciptakan puisi untuk menyatakan cinta. Jiwa melankolis adalah
jiwa yang tersembunyi. Ia tidak bisa ditebak dan ia tidak mampu menebak. Kata-kata
indah yang ia ciptakan seringkali hanya untuk dinikmati sendiri, karena baginya
seni adalah untuk dirinya sendiri (semacam moto Humanisme Universal). Jika ada
orang-orang yang memujinya, ia selalu skeptis terhadap pujian tersebut, apakah
memang benar-benar sebuah pujian yang murni atau sekadar hanya untuk
menyanjungnya.
Rasa skeptis tersebut akan membuat ia berpikir dua kali untuk
mengomersilkan dirinya. Oleh karena itu, sifat melankolis akan merasa nyaman
ketika bekerja “di balik layar”, atau melakukan sesuatu tanpa ketahuani tetapi
hasilnya sangat bermanfaat bagi orang lain. Begitu pun halnya dengan perasaan
cinta. Orang melankolis akan susah utnuk menyatakan cinta, karena ia selalu
ragu apakah orang yang dicintainya itu akan menerima cintanya atau tidak. Jika
dalam istilah kekinian kita mendengar adalah istilah “pemuja rahasia”, maka
istilah tersebut bersumber dari orang-orang melankolis yang malu untuk
menyatakan cinta. Istilah filsafatnya adalah cinta platonik.
Lain halnya dengan melankolis yang dipengaruhi oleh suasana. Orang-orang
ini merupakan “melankolis dadakan”. Keadaan seperti ini seringkali membuat
polaritas dalam kehidupan manusia. Hampir semua manusia akan merasakan keadaan
tertekan dan sedih. Wajar saja, karena manusia adalah makhluk yang lemah.
Sekuat apapun manusia menahan rasa sedih, ia akan selalu mengenangnya dalam
suasana yang muram manakala teringat akan perasaan sedih tersebut.
Salah satu hal yang gampang membuat manusia menjadi melankolis dadakan,
yaitu alunan lagu yang sendu dengan lirik yang sedih dan puitis,. Di Indonesia,
lagu-lagu yang menceritakan duka kehidupan banyak sekali tercipta dan sering
membuat pendengarnya hanyut dalam suasana yang diciptakan oleh lirik dan nada
dari lagu tersebut. Apalagi jika cerita yang disampaikan dalam lirik tersebut
pernah dialami oleh orang-orang yang mendengar lagu tersebut. Secara otomatis,
pikiran akan melayang membayangkan seandainya ia yang diceritakan dalam lagu
tersebut.
Dalam hal-hal yang lain, setiap orang akan mengalami masa-masa yang
melankolis. Maka, kita jangan takabur dulu menganggap kita adalah makhluk
terkuat yang dibuktikan dengan tidak mudah menangis. Pada kenyataannya manusia
mempunyai dua sisi, yaitu sisi memberontak dan sisi yang rawan. Sisi yang
memberontak akan keluar apabila manusia menerima hal-hal atau suasana yang
tidak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Sementara itu, sisi yang rawan
adalah sisi yang begitu mudah terpengaruhi oleh suasana sekitar. Sifat
melankolis pun akan begitu mudah masuk dari sisi rawan ini lalu membuat manusia
menjadi lemah dan tidak berdaya menghadapi lagu-lagu yang mendayu-dayu ataupun
tontonan yang menonjolkan suasana yang mengharu biru.
Oleh karena itu, sifat melankolis akan selalu melekat dalam pribadi
manusia, baik itu menjadi kepribadian atau pun sifat yang terkadang memengaruhi
jiwa. Namun, melankolis yang berlebihan dan dibiarkan berlarut pun akan menjadi
sebuah kelainan jiwa yang dinamakan melankolia, yakni kelainan jiwa yang
ditandai oleh rasa depresi yang tinggi dan ketidaaktifan fisik.
Melankolis tidak selamanya identik dengan tangisan ataupun galau. Yang
ditekankan dalam melankolis sesungguhnya bukanlah pada tangisan, tetapi pada
kepekaan kita terhadap suasana di sekeliling kita. Pada dasarnya, melankolis
mengajarkan kita untuk selalu berempati terhadap orang lain, khususnya
orang-orang yang mengalami sebuah penderitaan atau kesedihan.
sumber gambar : http://blogs.unpad.ac.id/ibnunashr/2011/10/03/malam-melankolik/
Salam Humaniora
Bandung, 29 Januari 2012
No comments:
Post a Comment