![]() |
Sumber foto: hdmessa.wordpress.com |
Jika ingin merasakan
suasana Tatar Sunda Kuno versi Naskah Bujangga Manik, telusurilah jalur
Ciparay-Pacet-Cisanti-Sentosa-Malabar-Pangalengan...
Bujangga Manik adalah seorang rahib pengelana Hindu-Sunda
dari Kerajaan Pakuan Pajajaran pada abad ke-16. Meskipun bergelar rahib atau
pendeta, ia sebenarnya merupakan seorang Pangeran di Istana Pakuan yang
bergelar Pangeran Jaya Pakuan.
Layaknya seorang resi yang mencari makna hidup, Bujangga
Manik telah melakukan perjalanan suci menyusuri Pulau Jawa dan Bali. Dalam setiap
perjalanan, ia menuliskannya di atas daun lontar. Hingga akhirnya catatan
perjalanan tersebut rampung diselesaikan dan dikenal dengan Naskah Bujangga
Manik, berstruktur puisi dengan delapan suku kata, berbahasa Sunda Kuna, dan
panjangnya mencapai sekitar 1.758 baris. Sejak tahun 1627, naskah tersebut
menjadi koleksi Perpustakaan Bodlelan, Oxford University.
Dalam naskah disebutkan, Bujangga Manik melakukan perjalanan
dalam 2 fase. Fase pertama, melakukan perjalanan kaki dari Pakuan hingga Jawa
Timur (pusat kerajaan Demak dan Majapahit), lalu kembali lagi ke Pakuan dengan
menumpang kapal dari Pemalang ke Kalapa (kini Jakarta).
Fase kedua, ia kembali menuju Jawa Timur, menyeberang ke Pulau
Bali, berdiam diri di Gunung Mahameru (kini Semeru), lalu kembali ke wilayah
Jawa bagian barat melalui jalur selatan. Tepat di Gunung Patuha, ia bertapa
lalu moksa.
Berbagai penelitian menyebutkan, naskah Bujangga Manik
menjadi referensi untuk menggambarkan topografi Pulau Jawa pada zaman tersebut,
selain makna spiritual yang terkandung di dalamnya. Temuan J. Noorduyn,
peneliti asal Belanda pada tahun 1968 menjadi pelopor untuk menggali kandungan
naskah tersebut.
Para ahli geografi dan arkeologi pun menjadikan naskah ini
sebagai referensi untuk mengetahui struktur, topografi wilayah, tautan dengan
folklor lain, serta catatan sejarah dari suatu tempat yang dikunjungi sang
rahib. Bahkan, beberapa nama wilayah yang dikunjungi sang rahib hingga kini
masih digunakan atau dikenali.
Salah satu wilayah “berharga” di Jawa Barat yang disinggahi
sang rahib ada di kawasan Bandung Selatan (Kabupaten Bandung). Beberapa nama
wilayah yang disinggahi sang rahib hingga kini masih ada, seperti Bukit Malabar
(Gunung Malabar, Pangalengan), Cisanti (Danau Cisanti, hulu sungai Citarum),
Gunung Wayang Windu (Gunung Wayang Windu), dan Bukit Patuha (Gunung Patuha
Ciwidey, yang menjadi tempat moksa-nya
sang rahib).
T. Bachtiar, ahli Geografi dalam bukunya “Bandung Purba”
(ditulis bersama Dewi Syafriani, 2004), mengutip beberapa bait naskah untuk
dikaitkan dengan topografi dan sejarah suatu wilayah. Hal ini salah satunya
bertujuan untuk mencoba mengungkap apa yang belum terungkap di wilayah tersebut
pada zaman ditulisnya naskah Bujangga Manik.
Kawasan Gunung Wayang Windu-Gunung Malabar-Gunung Patuha,
kini terbentang hamparan perkebunan teh yang telah dibangun sejak zaman Belanda
atas jasa Karel Albert Rudolf Boscha, astronom Belanda yang mendirikan
perkebunan Teh Malabar, sekitar 300 tahun setelah kunjungan Bujangga Manik.
Danau Cisanti pun menjadi hulu sungai Citarum yang menjadi
urat nadi kehidupan masyarakat Jawa Barat. Sungai ini mengalir dari selatan
Bandung hingga bermuara di Laut Jawa. Danau ini masih menjadi danau buatan yang
mengalirkan air jernih menjadi aliran Citarum. Namun, takjauh dari mata air
tersebut, air sudah tercemar oleh limbah kotoran hewan dari peternakan milik
warga. Bila hujan tiba, sungai ini akan membawa kotoran dan sedimen, lalu
menjadi buas membanjiri daratan—hanya sekitar 20 kilometer dari hulu sungai.
***
Sinar matahari riang membias di permukaan Danau Cisanti di
kaki Gunung Wayang. Pepohonan pinus berdiri mengelilingi seolah melindungi
danau dari tangan-tangan jahil. Beberapan orang terjun ke danau untuk mencari
ikan dan remis.
Danau ini terletak di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari,
Kabupaten Bandung, 35 kilometer di selatan Kota Bandung. Jalan untuk menuju ke
danau cukup berkelok, di beberapa wilayah jalanan cenderung rusak parah. Namun,
pemandangan indah cukup memanjakan perjalanan menuju ke danau.
Letaknya yang tersembunyi di pegunungan, serta keindahan
alam yang masih asri menjadi alternatif wisata bagi beberapa orang. Selain itu,
danau ini juga menyimpan peninggalan sejarah berupa petilasan Adipati Ukur,
ksatria Tatar Sunda yang memimpin pemberontakan melawan Tatar Mataram. Maka,
danau ini lebih dari sekadar kawasan konservasi alam.
Barangkali, ketika Bujangga Manik mengunjungi tempat ini,
keindahan yang ada jauh lebih indah. Tidak heran jika berdasar sejarah sasakala
Gunung Wayang, puncak gunung tersebut menjadi tempat bersemedi Pangeran Jaga
Lawang. Nama “wayang” sendiri berasal dari kata Wa yang berarti angin dan Hyang
yang berarti dewata, yang kemudian ditafsirkan menjadi angin yang berembus dari
Dewata.
Lepas dari Danau Cisanti, jalanan mulus berkelok memutari
punggungan gunung Wayang sebelah selatan untuk tembus ke Pangalengan. Sunyi dan
segar. Pemandangan pun kembali menyajikan hamparan perkebunan teh Santosa, 19
kilometer dari Pangalengan. Hamparan karpet hijau membentang dari kaki Gunung
Wayang hingga Gunung Papandayan di kejauhan. Seekor elang terbang rendah di
langit. Pemandangan yang sukar ditemui di kota besar.
Langit biru, udara khas pegunungan dingin menggigit. Bagi
saya, perjalanan menyusuri jalanan dari Danau Cisanti ke Pangalengan bukan
sekadar perjalanan biasa. Teringat bagaimana beratus tahun lalu Bujangga Manik
melakukan perjalanan suci ke wilayah tersebut dan mengunjungi beberapa
peradaban. Hingga kini peradaban di sekitar wilayah tersebut banyak yang masih
belum terungkap.
Berjarak 19 kilometer, jalur ini membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk dilintasi. Pasalnya, lepas dari Danau Cisanti, jalan rusak dan
berdebu tersaji sepanjang perjalanan. Kecepatan kendaraan pun hanya berkisar 10
- 20 kilometer per jam. Sementara di kiri kanan jalan, perkebunan teh, telaga,
dan gunung gemunung membisu sajikan keindahan.
Wilayah ini menghadirkan nuansa yang surealis. Bait demi
bait catatan Bujangga Manik yang mengisahkan wilayah ini seolah menjadi alunan
ritmis yang terdengar sepanjang perjalanan. Nyanyian yang mengandung harapan
keberlangsungan wilayah ini di masa depan.
***
Namun, tengok kembali laporan
Ekspedisi Citarum Kompas tahun 2011
dan National Geographic Indonesia
edisi Maret 2014. Citarum termasuk sungai terkategori tercemar berat. Tercatat
sekitar 14 jenis ikan menghilang dari Citarum dalam kurun waktu 40 tahun.
Banyaknya lumpur dan sampah yang dibawa aliran air pun menyebabkan sungai ini
mengalami pendangkalan. Tatkala di musim hujan, air meluap menggenangi
permukiman penduduk, khususnya di wilayah Baleendah dan Dayeuhkolot.
Padahal, 40 tahun yang lalu,
masyarakat mengandalkan sungai ini untuk hidup. Ikan-ikan riuh berenang di
kedalaman sungai. Air sungai pun dapat diminum langsung. Pencemaran limbah,
terutama dari pabrik tekstil di kawasan Majalaya menyebabkan air sungai menjadi
tercemar, keruh, kotor, bau, dan menularkan berbagai penyakit.
Bukan hanya itu, kerusakan alam
pun turut memengaruhi kerusakan lingkungan di kawasan itu. Pembukaan lahan yang
besar-besaran di kawasan pegunungan mengakibatkan bencana di wilayah di
bawahnya, semisal banjir lumpur di Majalaya pada 2008. Di wilayah lain,
penambangan liar juga turut “menghilangkan” beberapa gunung yang bisa jadi
masih menyimpan peninggalan sejarah.
Jika sudah begini, saling
menyalahkan bukanlah solusi dari penanggulangan masalah yang sudah menjadi
kritis tersebut. Tanpa solusi yang konkret, bukan tidak mungkin keindahan
lokasi dari catatan perjalanan Bujangga Manik perlahan hanya dapat dikenang
melalui bacaan dan ratusan foto yang sempat diabadikan kamera.
Look at the way my pal Wesley Virgin's tale starts with this SHOCKING and controversial VIDEO.
ReplyDeleteYou see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he revealed hidden, "mind control" tactics that the government and others used to obtain anything they want.
THESE are the exact same methods lots of famous people (especially those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become wealthy and successful.
You probably know that you use only 10% of your brain.
That's really because most of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Perhaps this conversation has even occurred INSIDE OF YOUR own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain 7 years back, while riding an unlicensed, beat-up trash bucket of a car with a suspended driver's license and $3 on his debit card.
"I'm so frustrated with living check to check! When will I finally make it?"
You've been a part of those those questions, isn't it so?
Your success story is waiting to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.
WATCH WESLEY SPEAK NOW