Sunday, 18 December 2011

PEREMPUAN KEMUNING



Wanita tersebut namanya Kemuning, namun itu bukanlah nama asli. Orang-orang biasa menyebut wanita tersebut dengan nama kemuning karena ia selalu membawa bunga kemuning*) di tangannya. Bunga kemuning nan harum baunya selalu ia pegang ke mana pun ia ada, ke mana pun ia pergi. Aku pun heran dengan tingkahnya itu. Meski begitu, tetap kuacungi jempol padanya karena wajahnya yang cantik dan ayu dengan rambut panjang tergerai semakin menambah pesona kecantikannya. Barangkali aku terpesona karena aku bajingan atau memang benar-benar aku mengaguminya.
Ia selalu terlihat di pantai kala senja. Memandang lautan sunyi yang sesekali menyapanya lewat kecipak ombak di kakinya. Kuperhatikan saja ia dari belakang, atau dari balik pohon kelapa ketika senjahari tiba. Begitulah selalu ia selalu berada di pantai itu memandang desir ombak yang berubah menjadi desir mimpi sehingga orang-orang yang kebetulan di sana pun telah hafal dan seringkali menyapanya.
“Suka pemandangan laut ya mbak?” tanya salah seorang nelayan yang hendak berlayar.
Ia hanya tersenyum manis sambil tetap memegang bunga kemuningnya.
“Ah tidak, saya hanya ingin dolan**) saja,” jawabnya lembut.
Dan ketika ia telah menjawab seperti itu, orang-orang yang bertanya padanya itu akan berlalu dengan tidak bertanya dan berkata lagi. Ia kembali dirundung sunyi, dengan setangkai bunga kemuning nan harum baunya dan kebaya hijau berkain singkap coklat—meski semuanya telah lusuh tersapu angin dan airlaut—ia selalu memesona hatiku.
***
Senja telah tiba. Matahari keemasan bagai lempengan cahaya di cakrawala jingga.
Aku telah siap pergi ke pantai, melihat perempuan yang bernama kemuning tersebut dari balik pohon sahaja. Barangkali aku pecundang, barangkali aku pengec

No comments:

Post a Comment