Kapankah kemiskinan akan pergi dari bumi Indonesia? Pertanyaan itu
kembali terulang oleh setiap rakyat Indonesia manakala melihat kemiskinan di
depan matanya yang masih merajalela.
Beberapa saat yang lalu, dalam terik siang dan cahaya matahari di atas
kepala, saya menjumpai seorang tua penjual kacang tanah. Di pinggir jalan,
bapak tua itu berteduh sambil menjajakan kacang yang sebagian telah dibungkus
kertas. Bapak tua itu duduk di tembok sebuah rumah, dan angin siang yang
berhembus membuat ia tertidur. Barangkali usia tuanya membuat tubuhnya mudah
lelah dan ngantuk, atau mungkin barangkali pada malamnya ia tidak bisa tidur
karena didera masalah kehidupan.
Saya taksir usia bapak tua itu sudah lewat tujuh puluh tahun. Apakah
separuh hidupnya digunakan hanya untuk berjualan kacang? Penjual kacang tanah
merupakan sebuah tradisi berjualan yang sudah ada sejak zaman kolonial. Pada
zaman dulu belum marak jajanan pabrik yang beraneka ragam, sehingga orang-orang
zaman dahulu mengonsumsi kacang sebagai cemilan.
Zaman sekarang tentunya telah banyak berubah. Pabrik-pabrik berlomba
memproduksi makanan yang beraneka ragam. Bahkan kacang pun kini sudah dikemas
dengan kemasan produk yang memikat. Barangkali sekarang orang akan lebih
memilih membeli kacang yang sudah dikemas dan memiliki nama yang besar
dibanding dengan membelinya di tukang-tukang kacang seperti bapak tua itu.
Bapak tua itu tertidur dengan pulas meski jalanan di depannya bising oleh
deru knalpot kendaraan. Adakah yang bisa membangunkan orang yang tertidur
karena lelah? Mungkin bapak tua itu sedang bermimpi yang indah, dan berharap
ketika ia membuka matanya akan ada kesejahteraan menanti di hadapannya. Harapan
itu akan selalu membayang pada setiap rakyat kecil yang haus akan arti sebuah
kesejahteraan.
Melihat bapak tua yang tertidur di saat istirahat menjajakan dagangannya
ini saya teringat dengan para anggota dewan yang tertidur pula ketika rapat
paripurna berlangsung. Ini sudah bukan hal yang heboh lagi di negeri kita.
Tidurnya anggota dewan saat sedang rapat tidak akan sama dengan tidurnya bapak
tua penjaja kacang tersebut. Tidurnya mereka sebagai wujud dari kebosanan
mereka ketika harus terjun memikirkan dan mengurusi masalah bangsa.
Bagaimana Indonesia akan terbangun dari mimpi buruknya jikalau pemerintah
saja tertidur ketika sedang memikirkan negara? Bagaimana Indonesia akan
terlepas dari kemiskinan jika budaya tidur kala rapat masih melekat pada
sebagian “oknum” pejabat kita?
Kemiskinan adalah “garmen yang menutupi ketelanjangan” negara ini.
Garmen sebenarnya bisa untuk diubah dan
diganti dengan garmen yang lebih baik, asalkan ada kemauan dari diri yang
tertutupi oleh garmen tersebut. Jika pakaian kita kotor oleh aktivitas kita,
tentunya kita pun akan mengganti baju yang kotor tersebut kan? Nah, kemiskinan
pun seperti itu.
Tidur adalah hal yang lumrah bagi setiap manusia. Manusia butuh tidur.
Manusia butuh istirahat. Namun, terkadang derajat bisa membedakan tidur
masing-masing manusia. Jika rakyat miskin tidur karena memang ia terlalu lelah
bekerja mencari uang, lantas ia tidur untuk mengistirahatkan tubuh sambil
berharap jika ia membuka mata akan terhampar rezeki yang lebih baik di matanya.
Sementara itu, jika orang kaya tidur, itu karena ia telah kenyang akan nikmat
dunia, dan sudah saatnya tidur ngorok sambil bermimpi menjadi konglomerat.
Haha, semoga Anda yang orang kaya tidak akan tidur seperti itu.
Semoga rezeki yang baik selalu melimpah di setiap kacang-kacangmu pak.
Dan semoga rahmatNya selalu tercurah untukmu dan untuk keluargamu.
Bandung, 30 Januari 2012