Bagi seorang penulis, menghasilkan sebuah buku dan dibaca
orang adalah mimpi terbesar yang selalu menyemangatinya untuk tetap menulis.
Sebab, buku bukan hanya sebagai media pembawa informasi. Buku bukan hanya
menjadi rumah ilmu dan jendela dunia. Buku bukan hanya sebagai media hiburan,
serta ruang untuk menyebarkan pemikiran si penulisnya. Buku pun bisa dijadikan
kenang-kenangan / cinderamata terindah yang diberikan seorang penulis kepada
pembacanya.
Apabila pembaca menyukai salah satu dari tulisan seorang
penulis, maka tulisan lain yang dihasilkan dari penulis itu pun akan selalu
dibaca oleh pembacanya. Seperti halnya fans sebuah grup musik, pembaca fanatik
pun akan mengidolakan penulis yang tulisannya mungkin telah memengaruhi proses
imajinasi dan kreatifnya.
Tidak heran jika seorang penulis tiba-tiba menjadi besar dan
terkenal hanya karena banyak pembacanya. Mulai dari anak kecil hingga orang tua
semua membaca karya tulisannya. Sehingga, kini minat orang untuk membaca buku
memiliki makna yang beragam. Mulai dari terpengaruh oleh orang lain yang telah
membacanya, hingga penasaran dengan nama beken penulisnya. Mungkin sebagian
pembaca yang serius masih menganggap bahwa membaca buku untuk mendapatkan ilmu
dan hal lain yang bisa memengaruhi, bukan karena nama besar si penulisnya.
Inilah fenomena yang menjadi budaya baru dalam hal membaca
buku. Membaca buku karena nama besar pengarangnya. Berapa banyak orang yang
antre untuk membeli novel Laskar Pelangi atau Harry Potter? Bahkan sebelum toko
buku buka pun mereka telah lebih dulu antre agar tidak ingin kehabisan stok!
Budaya ini tentu saja bisa dikategorikan baik. Sebab, budaya
membaca di Indonesia perlahan mulai bangkit meskipun masih dibayang-bayangi
kepopuleran nama penulisnya. Budaya baca di Indonesia perlahan mulai bangkit
seiring dengan munculnya penulis-penulis baru dan terkenal yang karyanya selalu
menjadi best seller di beberapa toko
buku.
Nah jika sudah seperti itu, ada satu aktivitas yang muncul
seiring dengan kepopuleran tersebut, yakni pembaca akan meminta tanda tangan si
penulis buku apabila bertemu dalam suatu forum. Biasanya hal ini dilakukan
ketika penulis diundang dalam suatu diskusi, seminar, ataupun dalam acara
peluncuran bukunya. Peserta yang bisa dikatakan sebagai penggemar biasanya akan
memint tanda tangan si penulis untuk dibubuhkan di buku milik si pembaca,
dengan tujuan agar ada semacam tanda asli dari si penulis sebagai
kenang-kenangan untuk si pembacanya.
Namun, ada juga pembaca yang hanya sekadar untuk meminta
“identitas” si penulisnya. Dengan tanda tangan, berarti buku tersebut telah
diklaim oleh penulisnya. Beragam alasan untuk meminta tanda tangan si penulis
menyebabkan si penulis pun harus mempersiapkan tanda tangannya serapi dan
semenarik mungkin agar terlihat baik di bukunya.
Sama halnya seperti artis, penulis pun lambat laun menjadi
“idola baru” bagi pembacanya. Pertanyaannya, apakah kini tanda tangan tersebut
masih merupakan buah antusiasme dan kecintaan penulis kepada penggemarnya,
ataukah hanya sekadar pembubuhan identitas biasa? Tentunya hal ini perlu juga
disikapi secara serius (tapi, ya tergantung Anda juga sih, hehe), sebab tanda
tangan berarti suatu tanda yang berfungsi untuk mengesahkan sesuatu.
Kembali pada konsep buku sebagai cinderamata, tanda tangan
pun diperlukan sebagai bukti kecintaannya kepada para pembacanya, yang telah
sudi membaca buah pikirannya tersebut. Entah sejak kapan tradisi meminta tanda
tangan ini mulai dilakukan. Barangkali jika Plato, Socrates, Aristoteles,
Willian Shakespeare, bahkan Nietszche sekalipun, jika mereka menulis buku pada
zaman sekarang, mungkin pembaca di seluruh dunia berebut untuk meminta tanda
tangannya!
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanda tangan
mengacu pada nama diri, yakni nama yang ditulis secara khas dengan tangan oleh
si pemilik namanya. Dengan kata lain, tanda tangan berarti identitas nama diri
yang ditulis dengan tulisan yang menjadi ciri khas. Tanda tangan dipakai untuk penanda identitas
diri, yang biasanya dibubuhkan dalam surat-surat penting, seperti KTP, SIM,
STNK, Ijazah, hingga dokumen-dokumen penting lainnya, sehingga apabila suatu
surat/dokumen belum dibubuhi tanda tangan oleh pihak yang bersangkutan, maka
surat atau dokumen tersebut belum sah dan belum kuat secara hukum.
Begitu pun dengan buku, sebelum ditandatangani oleh
pemiliknya, maka buku tersebut dianggap masih belum “diakui” oleh pemiliknya,
sehingga pembaca akan berebut untuk meminta tanda tangan si penulisnya dalam
kesempatan apa pun. Tentunya dengan adanya tanda tangan itu pun, pembaca
mungkin bisa memamerkannya kepada temannya sambil berkata, “Nih aku punya tanda
tangannya!”
Nah!
Bagaimana proses untuk meminta tanda tangan tersebut? Orang
Indonesia itu adalah orang yang kuat sebenarnya. Secara fisik memang terlihat
lemah dan tidak menunjukan tanda-tanda berbahaya, tapi jika sudah ada maunya,
jangan harap Anda bisa menghalangi usahanya, hahaha. Ketika pembaca ingin
mendapatkan tanda tangan penulis, maka mereka pun akan berbondong-bondong
mengerubungi si penulis dan berebut
menyodorkan buku masing-masing untuk ditandatangani si penulisnya. Hal
inilah yang sering membuat si penulis menjadi kewalahan, bukan kewalahan atas
pertanyaan yang diajukan pembaca berdasarkan hasil olah bacanya, tetapi
kewalahan karena banyak yang berebut ingin minta tanda tangan.
Oleh karena itu, penulis yang berpengalaman pasti akan
menyempatkan waktu untuk menandatangani buku-buku pembacanya. Biasanya ia akan
meminta bantuan panita/orang yang berkompeten untuk mengolektifkan buku-buku
milik pembacanya,kemudian diserahkan kepada penulis untuk ditandangani. Hal
tersebut dilakukan untu mengurangi ketidaksabaran pembaca untuk berebut meminta
tanda tangan.
Bahkan, ada juga penulis yang melakukan antisipasi sendiri,
yaitu sudah menandatangani sendiri buku-bukunya, sehingga tidak merepotkan
pembaca untuk meminta tanda tangan. Biasanya, tindakan penulis seperti ini
dilakukan saat peluncuran buku perdananya. Buku-buku yang telah ditandatangani
tersebut barangkali akan diberikan secara gratis kepada peserta atau juga dijual
dengan istilah “limited edition”.
Taktik tersebut menjadikan pembaca ingin membeli buku yang telah ditandatangai
oleh penulisnya tersebut.
Apapun maksudnya, tanda tangan penulis di dalam karyanya
adalah semacam identitas dan kenang-kenangan kepada pembacanya. Semoga dengan
tanda tangan itu akan memotivasi pembaca untuk gemar membaca dan mungkin bisa
juga merangsang pembaca untuk ikut menumpahkan pikiran melalu media tulis.
Gambar : di sini
MUSEUM BOLA adalah Agen Taruhan Slot dengan di lengkapi berbagai jenis permainan slot yang akan kami bantu untuk mempermudah kemenangan para Member.
ReplyDeleteMaka dari itu team MUSEUM BOLA mengajak member baru untuk Daftar MUSEUM BOLA dan dapatkan Bonus 100% bagi member pendatang baru
Apakah tanda tangan sebagai penulis harus sesuai dengan identitas yang sudah masuk ke negara (ktp)?
ReplyDelete