Monday, 11 June 2012

BUKU DAN TANDA TANGAN



Bagi seorang penulis, menghasilkan sebuah buku dan dibaca orang adalah mimpi terbesar yang selalu menyemangatinya untuk tetap menulis. Sebab, buku bukan hanya sebagai media pembawa informasi. Buku bukan hanya menjadi rumah ilmu dan jendela dunia. Buku bukan hanya sebagai media hiburan, serta ruang untuk menyebarkan pemikiran si penulisnya. Buku pun bisa dijadikan kenang-kenangan / cinderamata terindah yang diberikan seorang penulis kepada pembacanya.

Apabila pembaca menyukai salah satu dari tulisan seorang penulis, maka tulisan lain yang dihasilkan dari penulis itu pun akan selalu dibaca oleh pembacanya. Seperti halnya fans sebuah grup musik, pembaca fanatik pun akan mengidolakan penulis yang tulisannya mungkin telah memengaruhi proses imajinasi dan kreatifnya.



Tidak heran jika seorang penulis tiba-tiba menjadi besar dan terkenal hanya karena banyak pembacanya. Mulai dari anak kecil hingga orang tua semua membaca karya tulisannya. Sehingga, kini minat orang untuk membaca buku memiliki makna yang beragam. Mulai dari terpengaruh oleh orang lain yang telah membacanya, hingga penasaran dengan nama beken penulisnya. Mungkin sebagian pembaca yang serius masih menganggap bahwa membaca buku untuk mendapatkan ilmu dan hal lain yang bisa memengaruhi, bukan karena nama besar si penulisnya.

Inilah fenomena yang menjadi budaya baru dalam hal membaca buku. Membaca buku karena nama besar pengarangnya. Berapa banyak orang yang antre untuk membeli novel Laskar Pelangi atau Harry Potter? Bahkan sebelum toko buku buka pun mereka telah lebih dulu antre agar tidak ingin kehabisan stok!
Budaya ini tentu saja bisa dikategorikan baik. Sebab, budaya membaca di Indonesia perlahan mulai bangkit meskipun masih dibayang-bayangi kepopuleran nama penulisnya. Budaya baca di Indonesia perlahan mulai bangkit seiring dengan munculnya penulis-penulis baru dan terkenal yang karyanya selalu menjadi best seller di beberapa toko buku.

Nah jika sudah seperti itu, ada satu aktivitas yang muncul seiring dengan kepopuleran tersebut, yakni pembaca akan meminta tanda tangan si penulis buku apabila bertemu dalam suatu forum. Biasanya hal ini dilakukan ketika penulis diundang dalam suatu diskusi, seminar, ataupun dalam acara peluncuran bukunya. Peserta yang bisa dikatakan sebagai penggemar biasanya akan memint tanda tangan si penulis untuk dibubuhkan di buku milik si pembaca, dengan tujuan agar ada semacam tanda asli dari si penulis sebagai kenang-kenangan untuk si pembacanya.

Namun, ada juga pembaca yang hanya sekadar untuk meminta “identitas” si penulisnya. Dengan tanda tangan, berarti buku tersebut telah diklaim oleh penulisnya. Beragam alasan untuk meminta tanda tangan si penulis menyebabkan si penulis pun harus mempersiapkan tanda tangannya serapi dan semenarik mungkin agar terlihat baik di bukunya.

Sama halnya seperti artis, penulis pun lambat laun menjadi “idola baru” bagi pembacanya. Pertanyaannya, apakah kini tanda tangan tersebut masih merupakan buah antusiasme dan kecintaan penulis kepada penggemarnya, ataukah hanya sekadar pembubuhan identitas biasa? Tentunya hal ini perlu juga disikapi secara serius (tapi, ya tergantung Anda juga sih, hehe), sebab tanda tangan berarti suatu tanda yang berfungsi untuk mengesahkan sesuatu.

Kembali pada konsep buku sebagai cinderamata, tanda tangan pun diperlukan sebagai bukti kecintaannya kepada para pembacanya, yang telah sudi membaca buah pikirannya tersebut. Entah sejak kapan tradisi meminta tanda tangan ini mulai dilakukan. Barangkali jika Plato, Socrates, Aristoteles, Willian Shakespeare, bahkan Nietszche sekalipun, jika mereka menulis buku pada zaman sekarang, mungkin pembaca di seluruh dunia berebut untuk meminta tanda tangannya!

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanda tangan mengacu pada nama diri, yakni nama yang ditulis secara khas dengan tangan oleh si pemilik namanya. Dengan kata lain, tanda tangan berarti identitas nama diri yang ditulis dengan tulisan yang menjadi ciri khas.  Tanda tangan dipakai untuk penanda identitas diri, yang biasanya dibubuhkan dalam surat-surat penting, seperti KTP, SIM, STNK, Ijazah, hingga dokumen-dokumen penting lainnya, sehingga apabila suatu surat/dokumen belum dibubuhi tanda tangan oleh pihak yang bersangkutan, maka surat atau dokumen tersebut belum sah dan belum kuat secara hukum.
Begitu pun dengan buku, sebelum ditandatangani oleh pemiliknya, maka buku tersebut dianggap masih belum “diakui” oleh pemiliknya, sehingga pembaca akan berebut untuk meminta tanda tangan si penulisnya dalam kesempatan apa pun. Tentunya dengan adanya tanda tangan itu pun, pembaca mungkin bisa memamerkannya kepada temannya sambil berkata, “Nih aku punya tanda tangannya!”

Nah!

Bagaimana proses untuk meminta tanda tangan tersebut? Orang Indonesia itu adalah orang yang kuat sebenarnya. Secara fisik memang terlihat lemah dan tidak menunjukan tanda-tanda berbahaya, tapi jika sudah ada maunya, jangan harap Anda bisa menghalangi usahanya, hahaha. Ketika pembaca ingin mendapatkan tanda tangan penulis, maka mereka pun akan berbondong-bondong mengerubungi si penulis dan berebut  menyodorkan buku masing-masing untuk ditandatangani si penulisnya. Hal inilah yang sering membuat si penulis menjadi kewalahan, bukan kewalahan atas pertanyaan yang diajukan pembaca berdasarkan hasil olah bacanya, tetapi kewalahan karena banyak yang berebut ingin minta tanda tangan.

Oleh karena itu, penulis yang berpengalaman pasti akan menyempatkan waktu untuk menandatangani buku-buku pembacanya. Biasanya ia akan meminta bantuan panita/orang yang berkompeten untuk mengolektifkan buku-buku milik pembacanya,kemudian diserahkan kepada penulis untuk ditandangani. Hal tersebut dilakukan untu mengurangi ketidaksabaran pembaca untuk berebut meminta tanda tangan.

Bahkan, ada juga penulis yang melakukan antisipasi sendiri, yaitu sudah menandatangani sendiri buku-bukunya, sehingga tidak merepotkan pembaca untuk meminta tanda tangan. Biasanya, tindakan penulis seperti ini dilakukan saat peluncuran buku perdananya. Buku-buku yang telah ditandatangani tersebut barangkali akan diberikan secara gratis kepada peserta atau juga dijual dengan istilah “limited edition”. 
Taktik tersebut menjadikan pembaca ingin membeli buku yang telah ditandatangai oleh penulisnya tersebut.

Apapun maksudnya, tanda tangan penulis di dalam karyanya adalah semacam identitas dan kenang-kenangan kepada pembacanya. Semoga dengan tanda tangan itu akan memotivasi pembaca untuk gemar membaca dan mungkin bisa juga merangsang pembaca untuk ikut menumpahkan pikiran melalu media tulis.

Gambar : di sini

2 comments:

  1. MUSEUM BOLA adalah Agen Taruhan Slot dengan di lengkapi berbagai jenis permainan slot yang akan kami bantu untuk mempermudah kemenangan para Member.

    Maka dari itu team MUSEUM BOLA mengajak member baru untuk Daftar MUSEUM BOLA dan dapatkan Bonus 100% bagi member pendatang baru

    ReplyDelete
  2. Apakah tanda tangan sebagai penulis harus sesuai dengan identitas yang sudah masuk ke negara (ktp)?

    ReplyDelete