Aku menulis karena aku hidup, aku bercerita karena aku ada, dan dunia ini terlalu egois bagi ucapan yang selalu dibungkam
Wednesday, 6 March 2013
KISAH TENTANG LENTERA
Lentera bertanya pada ibunya, “Ibu, mengapa aku harus menerangi malam dengan cahayaku?”. Ibunya menjawab dengan belai mesra dengan hangat kecupan di pipi lentera, “Sayang, beruntunglah kau menjadi sebuah lentera. Kau selalu akan dirindukan malam, dirindukan gemintang, dan dirindukanNya. Cahayamu yang kadang remang kadang terang itulah yang menjadi pelita dan sasmita ketika kegelapan berangsur tua. Kau adalah bianglala yang selalu menjadikan bumiNya tersenyum kembali meskipun malam gulita datang. Takseperti manusia yang selalu haus mencari cahaya ketika gulita, namun mengabaikan bahkan mematikannya kembali begitu mereka bosan dan terlena dengan tawanya.”
Lentera diam, seakan ingin baginya memasukkan mentari ke dalam sela-sela jiwanya agar selalu terang takpernah remang bahkan padam karena habis daya upaya. Mentari itu ciptaanNya. Lentera bahkan takpernah tahu bahwa dunia tak hanya sebatas yang diteranginya saja. Ia ingin selamanya gelap takpernah terang karena ia ingin membaca sabda malam yang tak kunjung usai ia terjemahkan.
Lentera takpernah tahu bahwa manusia juga mempunyai sabda.
Bandung, 7 Maret 2013 01.30
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment