Syahdan, jikalau tidak ada sosok Nyi Subang Larang, istri
Prabu Siliwangi yang beragama Islam, maka takakan ada nama kota “Subang” di
Jawa Barat ini. Tatkala nama Subang sering dikaitkan dengan peristiwa
Perjanjian Kalijati, Maret 1942, sebuah perjanjian dimana untuk pertama kalinya
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, saya justru menemukan bahwa Subang
adalah nama untuk menghormati almarhumah Nyi Subang Larang.
Tugu Padi, mungkin tugu Selamat Datangnya kota Subang |
Nyi (bhs. Sunda: Putri) Subang Larang adalah julukan dari
seorang perempuan bernama Kubang Kencana Ningrum, seorang istri dari Prabu
Siliwangi yang beragama Islam. Lahir tahun 1404, putri Ki Gendeng Tapa ini
merupakan seorang srikandi yang juga penyebar Agama Islam di tatar Pasundan.
Hal ini dibuktikan dengan didirikannya sebuah pondok
pesantren besar bernama “Kobong Amparan Alit” di kawasan Teluk Agung yang
secara geografis kini terletak di Desa Nanggerang, kecamatan Binong, kecamatan
Subang.
Sebelum mendirikan pondok pesantren, Kubang Kencana Ningrum
berguru agama pada Syeikh Qurra’, penyebar agama Islam di daerah Karawang. Melalui
Syeikh Qurra’, Kubang Kencana Ningrum pun mendapat julukan “Sub Ang” yang
berarti “Pahlawan Berkuda”.
Dari rahim Nyi Subang Larang-lah kemudian lahir tokoh dan
peristiwa yang berpengaruh dalam sejarah Pasundan. Sebut saja Raden Kian
Santang, adalah anak dari Nyi Subang Larang dengan Prabu Silliwangi. Nama Raden
Kian Santang harum sebagai nama pendiri Kerajaan Cirebon.
Semasa menikah dengan Prabu Siliwangi, Nyi Subang Larang pun
tinggal di kawasan Pakuan Pajajaran, yang saat ini dikenal dengan kota Bogor. Meninggalkan
Teluk Agung taklantas membuat Nyi Subang Larang bak kacang lupa akan kulitnya.
Beliau pun masih berkunjung ke Teluk Agung untuk mengajarkan agama Islam kepada
anak didiknya.
Berdasarkan catatan sejarah, ketika wafat jasad Nyi Subang
Larang dimakamkan di Teluk Agung. Untuk menghormati jasa-jasanya, “Subang” pun
dijadikan nama kota yang kini tengah berkembang di Provinsi Jawa Barat.
Perhiasan yang
Terpendam
Ada banyak sebenarnya riwayat yang menjelaskan asal usul
nama Subang. Mulai dari kepanjangan dari kata “Asu Abang” (Anjing merah) hingga
kesalahan pengucapan kata “kubang” menjadi “subang” oleh orang Belanda. Namun,
riwayat Nyi Subang Larang sendiri sangat menggelitik saya. Betapa tidak, kota
tersebut lahir nama julukan seorang putri yang sering disebut-sebut dengan
Srikandi Pasundan.
Dalam Bahasa Melayu yang diadaptasi ke Bahasa Indonesia, ada
sebuah morfem “Subang”, yaitu perhiasan cuping telinga wanita yang biasanya
berbentuk bundar pipih, terbuat dair emas, dan ada yang bermata berlian. Pengertian
lainnya adalah potongan kecil-kecil dan pendek-pendek dari daun tebu atau
lontar yang dimasukkan dl cuping telinga sebagai perhiasan bagi seorang wanita.
Jika dianalogikan, kata “Subang” selalu menjurus pada sebuah
keindahan. “Subang” berarti Pahlawan Berkuda, dapat ditafsirkan sebagai sosok
yang memiliki keindahan sifat, tingkah laku, hingga akhlak. Keindahan tersebut
dilambangkan dengan kegagahan bak seorang pahlawan yang mengenakan kuda.
Berdasarkan riwayat sejarah, di tatar Pasundan sendiri gelar
Srikandi itu hanya diberikan kepada dua orang, yaitu Nyi Subang Larang dan Dewi
Parwati. Namun, Nyi Subang Larang bukanlah seorang panglima perang, ia hanyalah
seorang wanita biasa. Pengaruhnya dalam perkembangan Islam di tatar Pasundanlah
yang menjadikan ia menyandang gelar Srikandi “Subang” yang berarti pahlawan
wanita yang berkuda.
Sementara, kata “Subang” yang kedua diambil dari Bahasa
Melayu.Bermakna keindahan, Subang adalah sebuah perhiasan yang dulu menjadi
simbol keindahan seorang wanita. Dalam gambaran kebudayaan, seorang wanita akan
terlihat lebih cantik dengan perhiasan yang dikenakannya. Hal inilah yang
menjadikan subang menjadi perhiasan penting yang dimiliki wanita dari jenis
anting-anting.
Pertanyaanya, apakah nama kota “Subang” sendiri merupakan
harapan masyarakat Sunda Buhun agar kota tersebut selalu menampakkan
keindahannya? Jika iya, maka tidak heran apabila ada salah satu riwayat kota
Subang merupakan kawasan penyimpanan harta raja-raja Sunda, sehingga kata “Subang”
sendiri berasal dari kata Swiss (Suis dalam lafal Sunda) dan Bang (Bank), yang
berarti Bank Dunia-nya Indonesia.
Lantas, keindahan apa yang sebenarnya terpendam dari Subang?
Kota yang berkembang
Saya baru saja mengunjungi secara singkat kota ini. Kota
yang terletak di utara kota Bandung ini dapat ditempuh sekitar 2 jam perjalanan
darat dari Bandung. Dihimpit oleh kawasan pegunungan dan perbukitan teh yang
membujur dari tenggara-selatan-barat daya, serta Laut Jawa di sebelah utara.
Tiba di kota Subang, saya pun ditemani seorang kenalan
alumni Sastra Sunda Unpad, Euis Ramdani namanya, Gadis asli Subang ini dengan
senang hati mengajak saya untuk berkeliling kota Subang, berharap menemukan
sedikitnya bukti keindahan yang terpendam tersebut.
Secara kondisi sosial, kota Subang jauh lebih sepi dari
kota-kota lainnya yang ada di Jabar. Berkali-kali Euis pun mengingatkan, tidak
ada tempat wisata menarik di kota Subang. Namun, apakah keindahan itu selalu
identik dengan tempat wisata?
Selama berkeliling, kawasan Subang ternyata banyak
didominasi oleh lahan persawahan, ladang, dan perkebunan. Euis pun mengajak
saya ke daerah bekas Pabrik PT Morelli Makmur, yaitu pabrik pengolahan nenas
kaleng milik klan Cendana. Sudah tidak ada lagi bekasnya, yang ada hanya
ilalang dan jalanan yang sepi.
Mujurnya, Subang masih menyimpan beberapa bangunan
peninggalan Belanda yang masih tegak berdiri, seperti yang terlihat oleh saya
yaitu Wisma Karya, Gedong Gede, dan rumah bekas perjanjian Kalijati.
Subang adalah kota yang berkembang, hal ini terlihat dari
banyaknya pembangunan perumahan yang menurut Euis dahulunya adalah areal
pesawahan. Bahkan, di website resmi Kota Subang, pemkab Subang pun berpendapat
bahwa Subang adalah kawasan strategis bagi perindustrian, dan saat ini sedang
berkembang industri-industri yang beraktivitas di kawasan Subang.
Sayangnya, Subang saat ini tercemar oleh kasus korupsi para pejabatnya.
Tidak bisa dipungkiri memang. Tapi, sampai kapanpun Subang
selalu diharapkan menjadi daerah yang indah, sesuai dengan maknanya.
Bandung, 21 Juli 2013
masa kecil sy dihabiskan di subang tepatnya desa dangdeur,sekitar tahun 75an...
ReplyDelete