Gambar: sini |
Membiarkan titik airnya menyentuh kulitku, lalu segala amarah pun akan hilang. Seperti sebuah melodi orkestra yang meneduhkan malam. Lembut sentuhannya, hangat dekapannya, manis senyumannya terukir dalam titik-titik air yang membasahi rerumputan, membasahi jalanan yang sunyi, membasahi setiap bangunan yang kaku
Aku selalu merindukan hujan yang menetes di kaca jendela...
Kuhabiskan untuk memandanginya dengan segelas teh hangat di tangan. Membunuh waktu yang seringkali datang dan pergi. Senja berganti malam. Orang-orang kembali ke rumah. Dan aku masih terjaga memandangi hujan dari sini.
Sayup-sayup kudengar sebuah lagu, Rinai hujan basahi aku Temani sepi yang mengendap*)
Engkaukah itu yang bernanyi mengalahkan rinai hujan? Kulihat hujan selalu datang membawa beban. Kadang, ia selalu menumpahkan segala resahnya pada debu, pada tanah basah yang memunculkan aroma pretichor. Apakah kau masih suka dengan wangi itu?
Sungguh, hujan akan lebih indah bila diiringi dengan pelukanmu. Air mata yang perlahan muncul, segera tersapu oleh usapan lembut sang hujan. Kemarilah, kekasih. Datanglah dan usaplah kesepianku yang mulai berdebu. Roda zaman terus tergerus waktu. Matahari untuk sekian kalinya terbit dari timur lalu tenggelam di barat. Cerita kita, mimpi kita, dan kenangan kita selalu tesimpan oleh hujan.
Aku selalu menyukai hujan dan aku percaya ia hidup.
Terkadang, kita selalu lebih akrab dengan sepi, dengan hujan yang lebih memahami apa yang kita rasa.
NB: *lirik lagu Utopia - Hujan
No comments:
Post a Comment