Dimana-mana Ada
Proyek Tol
Jalan di Rancakalong |
Selepas belok kanan, motor pun masih merayapi punggungan
bukit yang berkelok. Jalanan masih mulus dan sepi. Beberapa pohon hutan yang
tinggi terdapat di samping jalan. Tidak heran beberapa pengendara lain pun
dengan cuek mengemudi motornya tanpa menggunakan helm dan alat pengaman
lainnya.
Memasuki Rancakalong, sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang
ini, pikiran melayang pada sebuah kelompok seni Tarawangsa yang saat ini hampir
punah. Pendopo “Sumedang Larang” yang dipimpin oleh Abah Encu merupakan salah
satu kelompok tarawangsa yang masih eksis di Sumedang. Pendopo itu sendiri
terletak di daerah Rancakalong. Konon, Abah Encu merupakan seorang sesepuh yang
punya kesaktian tinggi.
Saya definisikan bahwa Rancakalong adalah kawasan yang masih
memegang tradisi Kesundaan. Terletak di kawasan dataran tinggi, kiranya tepat
jika Rancakalong mampu menjaga tradisi Kesundaan yang bisa dikatakan kini
sangat sulit dijumpai. Apalagi jika mengingat Kota Sumedang sendiri telah
mendeklarasikan diri sebagai Kota Budaya Sunda, sebab banyak tradisi,
peninggalan sejarah, dan budaya yang terdapat di Sumedang.
Selesai melewati kawasan hutan, motor pun memasuki kawasan
permukiman. Anggapan saya di atas mulai diragukan saat masuk ke kawasan
tersebut. Betapa tidak, modernitas ternyata menjamur dan tampak jelas di Rancakalong.
Tidak ada lagi aura Kesundaan yang tampak di kawasan itu.
Salah satu modernitas yang tampak jelas ialah adanya proyek
pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu). Jalan tol yang
direncanakan memiliki panjang sekitar 60 km, merupakan upaya dari Pemerintah
Pusat dan Pemprov Jabar untuk memudahkan akses memekarkan wilayah di Jawa Barat
sebelah timur. Tol yang sedianya akan rampung pada tahun 2014 nanti juga
merupakan akses utama ke bandara internasional Kertajati, Majalengka dengan
Pelabuhan Cirebon yang juga akan dibangun.
Seperti halnya Tol Cipularang, proyek tol Cisumdawu ini juga
akan membelah bukit-bukit. Hal ini tampak jelas dari banyaknya buldozer yang
mengeruk bukit-bukit di sekitar Rancakalong. Hampir di beberapa wilayah
permukiman Rancakalong akan dilewati jalan tol tersebut. ini dibuktikan dengan
banyaknya papan penunjuk bahwa di sekitar tersebut sedang dibangun kawasan tol.
Inilah modernitas yang tampak di wilayah Rancakalong. Modernitas
untuk kemajuan masyarakat banyak. Namun, apakah modernitas itu harus pula
mengurangi bahkan menghilang identitas kita sebagai masyarakat Sunda? Saya
pikir, modernitas sendiri bisa berjalan beriringan dengan ketradisionalan. Dua-duanya
sama-sama memegang peranan penting dalam kehidupan.
Di akhir jalan Rancakalong, dimana seluruh perjalanan telah
sampai di tujuan, yakni Sumedang. Saya pun memasuki jalan utama Bandung-Sumedang.
Kondisinya jauh berbeda dengan jalan yang saya lewati sejak dari Subang.
Memasuki jalan tersebut, kemacetan parah di depan mata. Truk dan kendaraan
besar lainnya lalu lalang dengan asap yang pekat.
Saya pun tersenyum, setidaknya di Jawa Barat masih banyak
jalanan yang tetap akrab dengan alam semesta.
saya baca habis ceritanya dari bagian 1 sampai bagian 3 kang...seru :)
ReplyDeletekebetulan pernah melewati rute yang sama juga cuma beda urutan kota, kalau saya dari sumedang - bandung - lembang - subang - sumedang.
Untuk perbatsan subang - sumedang, memang tidak ada tugu perbatasannya dan hanya berupa jembatan kecil saja, Alhamdulillah dulu pernah mendokumentasikannya n saya posting di blog saya...mangga mampir di blog wewengkon sumedang jika berkenan melihatnya..
nice post kang...salam
Hatur nuhun kang tos sumping :D
DeleteSebelumnya kalau boleh jujur, saya juga brwosing mengenai rute ini di beberapa blog, termasuk blog akang juga. Terus ini jadi peluang soalnya belum banyak informasi tentang rute ini secara detail, sehingg layak untuk dituliskan. Saya juga baca yang tulisan tentang batas subang-sumedang juga kalau tidak salah dr blog akang, soalnya yang lain gak ngebahas secara lengkap tentang batas tersebut. Dan akhirnya saya bisa buktikan sendiri :)
Hatur nuhun kang, salam blogger :D