Saturday 18 May 2013

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 1)

Baca juga: Bagian II Bagian III

Kabut masih berpendar di langit ketika motor saya menderu melewati jalan raya Lembang-Subang. Seluas mata memandang, hamparan kebun teh yang sedikit terkontaminasi oleh asap kendaraan bermotor—termasuk saya—serta matahari yang malu-malu tersembunyi di balik kabut. Mungkin pemandangan indah seperti ini seharusnya tidak dilintasi oleh jalan Provinsi, dimana asap-asap kendaraan bermotor perlahan akan menghancurkannya.
Matahari dan perkebunan teh

Melintasi daerah perbukitan dengan hamparan kebun teh di kiri kanan jalan adalah keinginan saya kali ini,. Tidak perlu jauh-jauh ke daerah Puncak, atau Ciwidey dan Pangalengan, rute Lembang-Subang sudah menawarkan pemandangan kebun teh yang menakjubkan. Beberapa kali motor saya berhenti untuk mengambil foto panorama yang selalu menggelitik saya setiap kali hendak memutar gas lebih kencang. Maklum, di pagi hari, jalanan cenderung lengang dan kondisinya yang baik selalu menggoda saya untuk memacu motor lebih kencang.


Berangkat di pagi hari akan mendapatkan pemandangan yang jauh lebih indah. Sinar matahari pagi yang menerobos sela-sela kabut, hawa yang sejuk, serta jalanan yang sepi adalah keuntungan yang bisa didapat ketika berangkat di pagi hari. Lewat siang, barangkali saya enggan melewati rute jalan tersebut. Selain padat oleh kendaraan menuju tempat wisata, kondisi cuaca yang susah ditebak pun menjadi faktor penghambat perjalanan kali ini.

Melewati tanjakan Emen, sebuah tanjakan yang konon penuh aura mistik dan rawan kecelakaan, motor saya jalankan perlahan. Teringat akan banyaknya kecelakaan, saya menimbang apakah kecelakaan tersebut memang disebabkan ulah makhluk penunggu daerah itu?

Saya pun berhati-hati melintasi kawasan tersebut. Hal itu disebabkan kondisi jalan yang menurun curam dan bergelombang. Selain itu, banyak diantaranya yang rusak, berlubang, dan penuh tanah liat. Mungkin inilah penyebab banyaknya kecelakaan tersebut. Bukankah kecelakaan lalu lintas itu disebabkan oleh kelalaian pengemudi dan kondisi jalan yang rusak?

Lepas menuruni tanjakan Emen motor saya pacu ke arah Subang. Perjalanan kali ini bukan tanpa alasan. Kerinduan menghirup aroma alam, melihat pemandangan indah yang jarang ditemui adalah beberapa alasan mengapa saya nekat membawa motor saya jauh hingga daerah Subang di pagi buta. Selain itu, saya anggap perjalanan kali ini adalah perjalanan spiritual saya untuk dekat dengan karya Sang Pencipta.

Sampailah saya di kawasan yang dikenal dengan Jalan Cagak. Kawasan ini menjadi titik sentral pertemuan jalan ke tiga kota, yaitu jika ke arah kiri jalan raya mengarah ke Purwakarta, sebelah kanan mengarah ke Sumedang, dan lurus akan diteruskan ke Kota Subang. Daerah ini menjadi salah satu kecamatan di Kabupaten Subang yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Sepanjang jalan ini, banyak pedagang yang menjual nenas. Nenas memang buah komoditas dari Kota Subang. Nenas Subang adalah salah satu nenas unggul di Indonesia selain dari nenas Bogor dan Palembang. Tidak heran jika di Jalan Cagak terdapat Tugu Nenas yang melambangkan betapa unggulnya si buah tersebut di Kota Subang.

Tugu Nenas merupakan sebuah tugu yang berdiri di atas bunderan jalan. Tugu Nenas ini menjadi patokan dua arah jalan, yakni sebelah kiri ke Subang, dan serong kanan ke arah Sumedang. Saya pun mengambil jalan ke arah Sumedang.

Jalan Cagak-Sumedang merupakan jalan provinsi yang menjadi jalur alternatif menuju Sumedang. Jalur ini melewati daerah Jalan Cagak-Kasomalang-Cisalak-Cideukeut-Tanjungsiang-Sumedang. Jalan ini sering dilintasi saat arus mudik dari kota Jakarta menuju ke daerah di timur Jawa Barat. Kondisi jalan yang mulus, sepi, dan tidak terlalu lebar pun saya nikmati dengan perasaan yang bergelora.

Selepas Tugu Nanas, penglihatan saya dihadapkan pada perkebunan teh yang terhampar di kanan kiri jalan. Tidak seperti di kawasan Tanjakan Emen, perkebunan teh di daerah ini cenderung lebih rimbun. Perkebunan teh di sini juga diselingi oleh pohon-pohon perkebunan yang berjajar rapi. Jalanan pun tidak berkelok-kelok, melainkan lurus bak tidak memiliki ujung.

Di sini, kabut tebal menghambat penglihatan. Beberapa kali saya harus menghentikan laju sepeda motor akibat jarak pandang yang sulit dan kacamata saya yang menjadi buram. Melintasi jalur ini sebenarnya tidak terlalu sulit, kondisi jalan yang mulus, sepi, serta kontur jalan pun tidak terlalu berkelok seperti jalan-jalan sebelumnya.

Memunggungi Gunung Bukittunggul dan perbukitan sekitarnya, saya terkesima, benarkah perjalanan ini dilakukan oleh saya? Saya sendiri tidak pernah menyangka keindahan alam di sini akan seindah ini. Betapa tidak, sebelum melakukan perjalanan ini saya mencari informasi terkait di dunia maya. Namun tidak banyak informasi yang membahas kawasan ini.

Lepas Kasomalang dan Cisalak, kabut tebal masih berpendar. Saya pun kembali menghentikan laju motor saya untuk mengelap kaca mata sembari beristirahat sejenak. Beberapa warga yang hendak berangkat ke sawah melewati saya sambil menyapa dan melempar senyum seolah-olah saya adalah bagian dari masyarakat di sana.

“Punteun Kang,” sapa salah seorang bapak sambil tersenyum ramah.

Saya pun terlibat percakapan yang singkat. Ditanya masih jauhkah perjalanan menuju Sumedang, saya mendapat jawaban yang menakjubkan.

“Wah ke Sumedang kira-kira 100 kilo lagi,” ujar Bapak tersebut.

Saya pun kaget mendengar angka tersebut. 100 kilometer. Hampir setara dengan jarak Bandung-Jakarta. Akan tetapi, apakah iya jaraknya sampai sejauh itu?

Tanpa pikir panjang, saya pun mengucapkan terima kasih kepada Bapak ramah tersebut. Masih terngiang dengan ucapan si Bapak, saya pun kembali menjalankan motor saya. “Oke Boy, berangkat! Jarak kita 100 kilo lagi!” canda saya kepada motor saya.

Sudah dipastikan, angka tersebut tidaklah benar.Kenyataannya, tidak sampai satu jam saya pun melewati batas antara Subang dengan Sumedang. Namun, tidak ada batas secara jelas dimana perbatasan tersebut. Sebab, saya sendiri tidak melihat tugu perbatasan yang menjadi penegas batas. Menurut informasi, batas Subang-Sumedang hanya dibatasi oleh jembatan kecil saja.

No comments:

Post a Comment