Thursday 9 May 2013

BERBURU BUKU MURAH? YA DI PALASARI


Tumpukan buku-buku tua maupun baru berjajar rapi di setiap kios yang ada di Kompleks Pasar Buku Palasari, Bandung. Meskipun baru beberapa kios yang buka, suasana lorong kompleks sudah mulai dipenuhi oleh beberapa pengunjung yang mencari buku. Para pemilik kios pun dengan ramah dan sigap bertanya kepada setiap pengunjung yang lewat perihal buku apa yang dicarinya.

“Mari mas, cari buku apa? Hukum, ekonomi, sosial?” tanya salah seorang penjual. 

Kompleks Pasar Buku Palasari
Langkah kecil saya pun tertuju pada sebuah kios tanpa nama. Seorang bapak usia 40 tahunan sedang duduk membaca koran sambil menanti pembeli tiba. Saya pun menanyakan sebuah judul buku yang saya cari, Hukum Kewarganegaraan dan HAM. Buku tersebut nyatanya termasuk ke dalam buku yang sulit dicari, sebab tidak banyak ahli Hukum yang menulis buku itu.


Bapak tersebut mengernyitkan dahi. “Sebentar saya cari dulu ya Mas?”, ujarnya sambil berlalu ke kios terdekat yang memiliki koleksi buku lebih lengkap. Sambil menunggu bapak tersebut, saya pun melihat-lihat koleksi buku yang bertumpuk di kios tersebut. Hukum, ekonomi, sosial, politik, dan niaga mendominasi sebagian besar koleksi buku.

“Sebentar ya Mas, bukunya lagi dicari. Kita kan soalnya swadaya,” jelas Bapak tersebut ketika kembali lagi ke kios.

Begitulah sistem kerja di kompleks Palasari tersebut. Setiap kios memiliki koneksi untuk mencari buku-buku yang dibutuhkan pembeli. Apabila satu kios tidak mempunyai satu judul buku, maka penjual akan mengontak kios lain yang sekiranya memiliki judul buku tersebut. Tidak ada persaingan. Bahkan setiap penjual pun bahu membahu mencari judul buku yang dibutuhkan.

Tidak heran, pasar buku Palasari menjadi ikon wisata belanja buku di Kota Bandung. Kompleks yang memiliki ratusan kios buku tersebut sering menjadi alternatif untuk membeli buku, khususnya pelajar dan mahasiswa. Sebab, rata-rata buku dijual dengan harga yang jauh lebih murah dari toko buku konvensional. Selain itu, setiap penjual pun menyediakan layanan sampul buku gratis bagi setiap buku yang dibeli.

Koleksi judul buku yang dijual pun terbilang sangat lengkap, mulai dari buku baru hingga buku-buku bekas cetakan lama dan langka pun tersedia. Hal itulah yang membuat Palasari ramai dikunjungi pembeli buku, baik lokal maupun luar Bandung.

Setelah menunggu cukup lama, bapak penjual tersebut membawa satu buku yang sesuai dengan yang saya cari. “Untung Mas, stoknya tinggal satu lagi,” katanya. Sambil mengucap syukur atas ditemukannya buku yang “langka” tersebut, tanpa pikir panjang saya pun merogoh kocek untuk membayar buku yang harganya jauh di luar dugaan saya, sangat murah.

Dapat satu buku, saya pun mulai menyusuri kios selanjutnya. Takpuas dengan satu kios, saya pun mencari kios-kios yang sekiranya menjual buku-buku yang “unik”. Ingatan pun melayang pada satu kios yang dulu sering saya kunjungi. Sebuah kios yang menjual buku-buku bahasa, sastra, dan budaya. Dari sekian kios yang ada, hanya kios ini yang banyak menjual buku-buku bergenre tersebut.

Taksulit bagi saya menemukan kios tersebut. Toko Buku Ampera namanya. Meskipun namanya mengingatkan kita pada nama sebuah Jembatan yang menjadi ikon Kota Palembang, pemilik kios ternyata orang Sunda asli. Seorang bapak berkacamata yang sangat saya hafal menyambut saya, Rusdimin namanya.
Toko buku ini sangat unik, meskipun kecil luasnya. Di rak-rak kiosnya, berjejer buku-buku sastra, bahasa, budaya, dan teorinya. Buku-buku karya pengarang besar dunia pun banyak dijual di sini. Di luar kategori tersebut, Pak Rusdimin pun mau mencarikan buku-buku ber-genre lain selama ada pengunjung bertanya padanya.

Kemudian, Pak Rusdimin menyuguhkan saya beberapa judul buku karya sastra klasik dunia yang membuat saya ngiler. Betapa tidak, lelaki paruh baya tersebut banyak sekali menyuguhkan buku-buku sehingga saya pun kebingungan memilih buku apa. Ibarat alm. Gito Rolies yang mempromosikan buku-bukunya kepada Nicholas Saputra dalam film “Ada Apa dengan Cinta?”, Pak Rusdimin pun menyilakan saya untuk membaca satu persatu buku-buku tersebut.

Dua buku pun saya ambil, pertama buku epos Mahabharata, kedua roman “Pulang” karya Toha Muchtar. Dari sudut kios kecilnya, Pak Rusdimin hafal nama-nama pengarang sastra Indonesia maupun dunia, klasik maupun kontemporer. Ini yang barangkali tidak akan ditemukan di toko buku besar yang ada di setiap kota di Indonesia.

Selain dua toko buku tersebut, masih banyak kios yang memiliki spesifikasi dari buku-buku jualannya. Misalnya, ada toko yang khusus menjual buku-buku Kedokteran, Farmasi, Sosial, Hukum, bahkan ada pula toko yang khusus menjual buku komik, baru ataupun bekas. Harga yang ditawarkan pun cukup variatif, bergantung pada jenis buku yang dijual dan seberapa langkanya buku tersebut. Uniknya, kita boleh menawar apabila harganya masih terlalu tinggi.

Pasar Buku Palasari merupakan satu dari kawasan pasar buku yang mampu menjadi potensi wisata di Kota Bandung. Keberadaannya memunculkan inspirasi dalam benak saya, bahwa ilmu tidak harus mahal. Anggapan bahwa harga buku di Indonesia masih terlalu tinggi, agaknya tidak berlaku di Pasar Buku Palasari.

Meskipun pengap dan panas, Pasar Buku Palasari akan menjadi tempat favorit saya untuk mencari buku. Bagaimana dengan Anda, mau mencari buku di tempat yang ber-AC dengan harga buku yang mahal, ataukah berpeluh keringat tetapi dengan buku yang harganya pas di kantong?

Bandung, 09 Mei 2013

No comments:

Post a Comment