Saturday 28 July 2012

FRAGMEN PUISI


Foto :di sini

PUISI #1

“Buatkan aku satu puisi sebelum kematianku,” pintamu ketika aku menjegukmu kemarin.

Aku memang suka menulis puisi. Tetapi, bagaimana kelak jika puisiku menjadi pengantar kematianmu? Kini kau terbaring lemah di rumah sakit, setelah ditabrak lari oleh sebuah mobil. Dan, kini kau tengah menunggu malaikat mencabut nyawamu.

Aku memang menyukai suasana yang dramatis, termasuk suasana ketika seseorang menunggu ajalnya tiba. Namun, apakah aku juga harus membuatkan puisi untuk mengantar kematianmu? Bagaimana jadinya jika nanti puisi itu akan gentayangan mengantuiku dan kembali menceritakan perihal kematianmu?

Mati itu menyenangkan, kukira. Sama halnya dengan menulis puisi. Tetapi, sungguh, aku takut untuk menulis puisi untukmu kini.

Sepotong Jazz dari Café de Flore





Kudengar alunan jazz dari dalam Café de Flore itu. Malam musim dingin memang membuat semua menjadi beku. Sepanjang Rue Saint Germain, langkah kakiku takhentinya berharap. Ya, di kota Paris ini segalanya akan menjadi penuh harap, meski ia teruapi oleh aroma parfum, riak sungai Seine yang membangkitkan gairah, tetap saja aku selalu menanti harapan. Di manakah kamu?

Thursday 26 July 2012

MATI SURI



Dunia kelam membawaku memasuki sebuah peradaban yang mungkin tidak pernah aku jumpai sebelumnya. Aku terasing dari keramaian, dari masa lalu, masa kini, dan barangkali masa depan. Semua telah berubah manakala aku telah tenggelam dalam lautan kemuraman tanpa cahaya keemasan tanpa cahaya mega-mega yang berarak di atasnya. Apa yang bisa kulakukan untuk bisa mengembalikan semuanya kembali seperti sediakala?

Langit hanya mendung dan kelam, tapi aku menyukainya. Apa salahnya? Bukankah segala sesuatu tidak pernah ada yang sempurna? Aku menyukai mendung bukan berarti jiwaku kelabu dan sendu. Mendung mengandung butiran hujan yang siap turun membasahi bumi yang kerontang, dan aku suka hujan. Hujan bagaikan denting piano yang memecah kesunyian memainkan sebuah requiem kerinduan dari partitur-partitur sunyi. Dan hujan yang akan membawaku pulang kembali padamu, setelah lama terasing dari dunia kelam yang akan tetap kelam meski zaman telah hingar bingar oleh cahaya lampu. Kerlap-kerlip.

JATINANGOR


Untuk D

Kembali aku melewati jalan ini. Jalan raya yang dulu pernah kita ramaikan dengan tawa kita. Di kota kecil ini, hanya ada satu jalan yang menjadi lalu lintas utama penduduknya untuk melakukan aktivitas. Ya, ini hanya kota kecil. Tapi disinilah cerita kita bermula.

Aku selalu membayangkan kenangan setiap kali aku berjalan di jalan raya ini. Sebab, sepanjang jalan ini selalu ada jejak kenangan yang tidak bisa terurai oleh waktu dan tanggal. Tidak bisa tersapu angin, dan takmenguap oleh sinar matahari.

Tuesday 24 July 2012

ALAM SEMESTA ITU INDAH


Semesta itu indah, melebihi indahnya desain apartemen yang menjulang di Kota...

Harum angin sawah, matahari yang tidak canggung membakar kulit, dan burung yang terbang seperti mengajak bermain petani. Itulah bagian dari alam semesta, alam yang barangkali sangat jarang kita temui, khususnya bagi manusia yang tinggal di perkotaan. Menyaksikannya memberi warna tersendiri bagi kehidupannya yang abu-abu. Dan selalu akan ada kenangan manis kala kita meninggalkannya.

Semesta itu indah, melebihi indahnya wanita-wanita cantik yang bergaya metropolitan...

Gadis-gadis membawa bekal, berjalan riang menuju sawah. Anak-anak kecil bermain dan mandi di sungai yang mulai keruh. Lugunya mereka adalah simbol kejernihan alam. Alam akan selalu menghadirkan keagungan dan kehangatan yang disimbolkan dengan mereka. Akh, kau tahu? Mereka akan malu dengan kamera, dengan kami orang kota, bahkan mereka akan berlari kemalu-maluan apabila kami goda dan kami candai. Tentunya bukan bermaksud untuk merendahkan, karena bisa saja kami orang kota akan lebih rendah daripada mereka.

Tuesday 10 July 2012

KERUDUNG MERAH JAMBU


Aliya berlari menuju rumahnya. Ia ingin segera bertemu ibunya. Sepulang mengaji di Ustad Nur, ia teringat akan janji ibunya yang akan membelikan kerudung merah jambu kelak jika Ramadhan tiba. Dan kali ini, Ramadhan tinggal beberapa hari lagi tiba. Ia ingin sekali mendapatkan kerudung merah jambu yang baginya sangat indah dan cerah.
Di ujung gang yang sempit, ia berhenti untuk menarik nafas. Tinggal beberapa rumah lagi ia akan sampai di rumahnya, menemui ibunya yang ia tahu persis saat ini sedang melakukan apa. Meskipun lelah berlari sepanjang perjalanannya, ia tidak hiraukan karena dalam pikirannya hanya ada kerudung merah jambu. Kerudung yang suka dipakai oleh Mbak Is, guru TK Aliya yang baginya sangat cantik dengan memakai kerudung tersebut.

KARNA SEDA


Karna Seda

Di padang Kurusetra itu, Karna terkapar perlaya menanti ajal…
Beberapa saat yang lalu, Arjuna berhasil mengalahkannya dalam duel satu lawan satu di padang berdarah tersebut. Baratayudha akan selalu menyisakan darah, kematian, jerit kesakitan tubuh yang ditembus panah, teriakan kematian saat kepala manusia dihantam gada mahaberat Bima, dan tangis perempuan yang menanti anaknya kembali dengan selamat dari peperangan itu.
Nun jauh dalam keremangan malam, Dewi Kunti menangis dalam samadinya. Hatinya hancur. Perasaannya remuk redam. Ia rindu kelima Pandawa. Dan ia juga rindu Karna, anak yang selama ini terbuang dari tahta Pandawa melarung jauh hingga sampai di rumah Adirata yang kelak akan menjadi ayahnya.  Ia menjerit, memohon pada dewa agar menyelamatkan kesemua anaknya di perang saudara terhebat sepanjang sejarah pewayangan.