Saturday 18 May 2013

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 3)


Baca juga: Bagian I , Bagian II

Dimana-mana Ada Proyek Tol
Jalan di Rancakalong

Selepas belok kanan, motor pun masih merayapi punggungan bukit yang berkelok. Jalanan masih mulus dan sepi. Beberapa pohon hutan yang tinggi terdapat di samping jalan. Tidak heran beberapa pengendara lain pun dengan cuek mengemudi motornya tanpa menggunakan helm dan alat pengaman lainnya.

Memasuki Rancakalong, sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang ini, pikiran melayang pada sebuah kelompok seni Tarawangsa yang saat ini hampir punah. Pendopo “Sumedang Larang” yang dipimpin oleh Abah Encu merupakan salah satu kelompok tarawangsa yang masih eksis di Sumedang. Pendopo itu sendiri terletak di daerah Rancakalong. Konon, Abah Encu merupakan seorang sesepuh yang punya kesaktian tinggi.

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 2)

Baca juga : Bagian I Bagian III

Bertemu Monyet Hutan

Memasuki daerah Sumedang, matahari lebih leluasa bersinar dan hamparan kebun teh mulai tergantikan dengan perbukitan tinggi khas daerah Sumedang. Jalan pun mulai berliku dan merayap menaiki perbukitan. Deretan pohon cemara dan pinus yang tinggi tampak di atas jalan yang saya lalui.

Daerah yang dikenal dengan nama Tanjungsiang ini merupakan daerah terujung di kawasan Sumedang Utara. Meskipun masuk ke daerah Sumedang, orang-orang lebih suka belanja ke Cisalak, Kasomalang, ataupun Subang. Sebab, untuk bisa ke pusat kota Sumedang, dari Tanjungsiang bisa membutuhkan waktu hingga 2 jam perjalanan dengan jalan berkelok. Berbeda dengan waktu tempuh ke Subang, antara 30 menit hingga 1 jam dengan jalan yang tidak terlalu berkelok.

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 1)

Baca juga: Bagian II Bagian III

Kabut masih berpendar di langit ketika motor saya menderu melewati jalan raya Lembang-Subang. Seluas mata memandang, hamparan kebun teh yang sedikit terkontaminasi oleh asap kendaraan bermotor—termasuk saya—serta matahari yang malu-malu tersembunyi di balik kabut. Mungkin pemandangan indah seperti ini seharusnya tidak dilintasi oleh jalan Provinsi, dimana asap-asap kendaraan bermotor perlahan akan menghancurkannya.
Matahari dan perkebunan teh

Melintasi daerah perbukitan dengan hamparan kebun teh di kiri kanan jalan adalah keinginan saya kali ini,. Tidak perlu jauh-jauh ke daerah Puncak, atau Ciwidey dan Pangalengan, rute Lembang-Subang sudah menawarkan pemandangan kebun teh yang menakjubkan. Beberapa kali motor saya berhenti untuk mengambil foto panorama yang selalu menggelitik saya setiap kali hendak memutar gas lebih kencang. Maklum, di pagi hari, jalanan cenderung lengang dan kondisinya yang baik selalu menggoda saya untuk memacu motor lebih kencang.

Thursday 9 May 2013

BERBURU BUKU MURAH? YA DI PALASARI


Tumpukan buku-buku tua maupun baru berjajar rapi di setiap kios yang ada di Kompleks Pasar Buku Palasari, Bandung. Meskipun baru beberapa kios yang buka, suasana lorong kompleks sudah mulai dipenuhi oleh beberapa pengunjung yang mencari buku. Para pemilik kios pun dengan ramah dan sigap bertanya kepada setiap pengunjung yang lewat perihal buku apa yang dicarinya.

“Mari mas, cari buku apa? Hukum, ekonomi, sosial?” tanya salah seorang penjual. 

Kompleks Pasar Buku Palasari
Langkah kecil saya pun tertuju pada sebuah kios tanpa nama. Seorang bapak usia 40 tahunan sedang duduk membaca koran sambil menanti pembeli tiba. Saya pun menanyakan sebuah judul buku yang saya cari, Hukum Kewarganegaraan dan HAM. Buku tersebut nyatanya termasuk ke dalam buku yang sulit dicari, sebab tidak banyak ahli Hukum yang menulis buku itu.

Saturday 4 May 2013

LUKA

Diammu mengandung makna, saat air mata kau tuang ke dalam cangkir gelasku. Kureguk dan kuminum hingga tandas. Taktahu bahwa itu adalah luka yang kau timbun dalam sejuta nafas heningmu. Airmata itu mengalir menjelajahi sanubariku. Mengisi ruang-ruang kosong di tubuhku

Kutahu bahwa luka itu terlalu manis untuk kita enyahkan.




Kita selalu belajar hidup dari luka.