Sunday 3 August 2014

Dari Cisanti Hingga Pangalengan, Napak Tilas Perjalanan Bujangga Manik

Sumber foto: hdmessa.wordpress.com

Jika ingin merasakan suasana Tatar Sunda Kuno versi Naskah Bujangga Manik, telusurilah jalur Ciparay-Pacet-Cisanti-Sentosa-Malabar-Pangalengan...


Bujangga Manik adalah seorang rahib pengelana Hindu-Sunda dari Kerajaan Pakuan Pajajaran pada abad ke-16. Meskipun bergelar rahib atau pendeta, ia sebenarnya merupakan seorang Pangeran di Istana Pakuan yang bergelar Pangeran Jaya Pakuan.

Layaknya seorang resi yang mencari makna hidup, Bujangga Manik telah melakukan perjalanan suci menyusuri Pulau Jawa dan Bali. Dalam setiap perjalanan, ia menuliskannya di atas daun lontar. Hingga akhirnya catatan perjalanan tersebut rampung diselesaikan dan dikenal dengan Naskah Bujangga Manik, berstruktur puisi dengan delapan suku kata, berbahasa Sunda Kuna, dan panjangnya mencapai sekitar 1.758 baris. Sejak tahun 1627, naskah tersebut menjadi koleksi Perpustakaan Bodlelan, Oxford University.


Dalam naskah disebutkan, Bujangga Manik melakukan perjalanan dalam 2 fase. Fase pertama, melakukan perjalanan kaki dari Pakuan hingga Jawa Timur (pusat kerajaan Demak dan Majapahit), lalu kembali lagi ke Pakuan dengan menumpang kapal dari Pemalang ke Kalapa (kini Jakarta).

Fase kedua, ia kembali menuju Jawa Timur, menyeberang ke Pulau Bali, berdiam diri di Gunung Mahameru (kini Semeru), lalu kembali ke wilayah Jawa bagian barat melalui jalur selatan. Tepat di Gunung Patuha, ia bertapa lalu moksa.

Berbagai penelitian menyebutkan, naskah Bujangga Manik menjadi referensi untuk menggambarkan topografi Pulau Jawa pada zaman tersebut, selain makna spiritual yang terkandung di dalamnya. Temuan J. Noorduyn, peneliti asal Belanda pada tahun 1968 menjadi pelopor untuk menggali kandungan naskah tersebut.

Para ahli geografi dan arkeologi pun menjadikan naskah ini sebagai referensi untuk mengetahui struktur, topografi wilayah, tautan dengan folklor lain, serta catatan sejarah dari suatu tempat yang dikunjungi sang rahib. Bahkan, beberapa nama wilayah yang dikunjungi sang rahib hingga kini masih digunakan atau dikenali.

Salah satu wilayah “berharga” di Jawa Barat yang disinggahi sang rahib ada di kawasan Bandung Selatan (Kabupaten Bandung). Beberapa nama wilayah yang disinggahi sang rahib hingga kini masih ada, seperti Bukit Malabar (Gunung Malabar, Pangalengan), Cisanti (Danau Cisanti, hulu sungai Citarum), Gunung Wayang Windu (Gunung Wayang Windu), dan Bukit Patuha (Gunung Patuha Ciwidey, yang menjadi tempat moksa-nya sang rahib).

T. Bachtiar, ahli Geografi dalam bukunya “Bandung Purba” (ditulis bersama Dewi Syafriani, 2004), mengutip beberapa bait naskah untuk dikaitkan dengan topografi dan sejarah suatu wilayah. Hal ini salah satunya bertujuan untuk mencoba mengungkap apa yang belum terungkap di wilayah tersebut pada zaman ditulisnya naskah Bujangga Manik.

Kawasan Gunung Wayang Windu-Gunung Malabar-Gunung Patuha, kini terbentang hamparan perkebunan teh yang telah dibangun sejak zaman Belanda atas jasa Karel Albert Rudolf Boscha, astronom Belanda yang mendirikan perkebunan Teh Malabar, sekitar 300 tahun setelah kunjungan Bujangga Manik.

Danau Cisanti pun menjadi hulu sungai Citarum yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Jawa Barat. Sungai ini mengalir dari selatan Bandung hingga bermuara di Laut Jawa. Danau ini masih menjadi danau buatan yang mengalirkan air jernih menjadi aliran Citarum. Namun, takjauh dari mata air tersebut, air sudah tercemar oleh limbah kotoran hewan dari peternakan milik warga. Bila hujan tiba, sungai ini akan membawa kotoran dan sedimen, lalu menjadi buas membanjiri daratan—hanya sekitar 20 kilometer dari hulu sungai.

***

Sinar matahari riang membias di permukaan Danau Cisanti di kaki Gunung Wayang. Pepohonan pinus berdiri mengelilingi seolah melindungi danau dari tangan-tangan jahil. Beberapan orang terjun ke danau untuk mencari ikan dan remis.

Danau ini terletak di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, 35 kilometer di selatan Kota Bandung. Jalan untuk menuju ke danau cukup berkelok, di beberapa wilayah jalanan cenderung rusak parah. Namun, pemandangan indah cukup memanjakan perjalanan menuju ke danau.

Letaknya yang tersembunyi di pegunungan, serta keindahan alam yang masih asri menjadi alternatif wisata bagi beberapa orang. Selain itu, danau ini juga menyimpan peninggalan sejarah berupa petilasan Adipati Ukur, ksatria Tatar Sunda yang memimpin pemberontakan melawan Tatar Mataram. Maka, danau ini lebih dari sekadar kawasan konservasi alam.

Barangkali, ketika Bujangga Manik mengunjungi tempat ini, keindahan yang ada jauh lebih indah. Tidak heran jika berdasar sejarah sasakala Gunung Wayang, puncak gunung tersebut menjadi tempat bersemedi Pangeran Jaga Lawang. Nama “wayang” sendiri berasal dari kata Wa yang berarti angin dan Hyang yang berarti dewata, yang kemudian ditafsirkan menjadi angin yang berembus dari Dewata.

Lepas dari Danau Cisanti, jalanan mulus berkelok memutari punggungan gunung Wayang sebelah selatan untuk tembus ke Pangalengan. Sunyi dan segar. Pemandangan pun kembali menyajikan hamparan perkebunan teh Santosa, 19 kilometer dari Pangalengan. Hamparan karpet hijau membentang dari kaki Gunung Wayang hingga Gunung Papandayan di kejauhan. Seekor elang terbang rendah di langit. Pemandangan yang sukar ditemui di kota besar.

Langit biru, udara khas pegunungan dingin menggigit. Bagi saya, perjalanan menyusuri jalanan dari Danau Cisanti ke Pangalengan bukan sekadar perjalanan biasa. Teringat bagaimana beratus tahun lalu Bujangga Manik melakukan perjalanan suci ke wilayah tersebut dan mengunjungi beberapa peradaban. Hingga kini peradaban di sekitar wilayah tersebut banyak yang masih belum terungkap.

Berjarak 19 kilometer, jalur ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dilintasi. Pasalnya, lepas dari Danau Cisanti, jalan rusak dan berdebu tersaji sepanjang perjalanan. Kecepatan kendaraan pun hanya berkisar 10 - 20 kilometer per jam. Sementara di kiri kanan jalan, perkebunan teh, telaga, dan gunung gemunung membisu sajikan keindahan.

Wilayah ini menghadirkan nuansa yang surealis. Bait demi bait catatan Bujangga Manik yang mengisahkan wilayah ini seolah menjadi alunan ritmis yang terdengar sepanjang perjalanan. Nyanyian yang mengandung harapan keberlangsungan wilayah ini di masa depan.

***

Namun, tengok kembali laporan Ekspedisi Citarum Kompas tahun 2011 dan National Geographic Indonesia edisi Maret 2014. Citarum termasuk sungai terkategori tercemar berat. Tercatat sekitar 14 jenis ikan menghilang dari Citarum dalam kurun waktu 40 tahun. Banyaknya lumpur dan sampah yang dibawa aliran air pun menyebabkan sungai ini mengalami pendangkalan. Tatkala di musim hujan, air meluap menggenangi permukiman penduduk, khususnya di wilayah Baleendah dan Dayeuhkolot.

Padahal, 40 tahun yang lalu, masyarakat mengandalkan sungai ini untuk hidup. Ikan-ikan riuh berenang di kedalaman sungai. Air sungai pun dapat diminum langsung. Pencemaran limbah, terutama dari pabrik tekstil di kawasan Majalaya menyebabkan air sungai menjadi tercemar, keruh, kotor, bau, dan menularkan berbagai penyakit.

Bukan hanya itu, kerusakan alam pun turut memengaruhi kerusakan lingkungan di kawasan itu. Pembukaan lahan yang besar-besaran di kawasan pegunungan mengakibatkan bencana di wilayah di bawahnya, semisal banjir lumpur di Majalaya pada 2008. Di wilayah lain, penambangan liar juga turut “menghilangkan” beberapa gunung yang bisa jadi masih menyimpan peninggalan sejarah.

Jika sudah begini, saling menyalahkan bukanlah solusi dari penanggulangan masalah yang sudah menjadi kritis tersebut. Tanpa solusi yang konkret, bukan tidak mungkin keindahan lokasi dari catatan perjalanan Bujangga Manik perlahan hanya dapat dikenang melalui bacaan dan ratusan foto yang sempat diabadikan kamera.




1 comment:

  1. Look at the way my pal Wesley Virgin's tale starts with this SHOCKING and controversial VIDEO.

    You see, Wesley was in the military-and soon after leaving-he revealed hidden, "mind control" tactics that the government and others used to obtain anything they want.

    THESE are the exact same methods lots of famous people (especially those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become wealthy and successful.

    You probably know that you use only 10% of your brain.

    That's really because most of your brainpower is UNCONSCIOUS.

    Perhaps this conversation has even occurred INSIDE OF YOUR own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain 7 years back, while riding an unlicensed, beat-up trash bucket of a car with a suspended driver's license and $3 on his debit card.

    "I'm so frustrated with living check to check! When will I finally make it?"

    You've been a part of those those questions, isn't it so?

    Your success story is waiting to start. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.

    WATCH WESLEY SPEAK NOW

    ReplyDelete