Sunday 25 December 2011

Malam Minggu, 24 September 2011, 23:22

Tiba-tiba aku ingin menulis. Detik ini juga kupaksakan diri untuk menulis meskipun aku lelah. Entahlah, akhir-akhir ini aku sering lelah walaupun kenyataannya sehari-hari aku tidak punya kerjaan apa-apa. Mungkin karena ketidakpunya kerjaan itulah tubuhku menjadi lemah dan mudah lelah. Lelah fisik maupun lelah pikiran. Aku terlalu banyak berpikir, berpikri tentang bagaimana masa depanku, bagaimana mengubah negara ini dengan pikiranku.
Setiap hari aku menunggu kabar dari kekasihku. Namun, terkadang tidak selamanya ia “ada”. Aku sering mendapati ia “menghilang” dari kehidupanku. Aku tidak tahu kabarnya, sedang apa di sana, dan apakah ia juga sedang memikirkanku atau tidak (maaf sayang kutulis ini karena memang perasaanku selalu gundah). Suara merdumu belum mampu untuk meredam rasa gundahku. Aku ingin bertemu denganmu, mungkin.
Aku terlalu sering memikirkan situasi di luar sana. Apakah memang orang-orang sudah melupakan nilai-nilai kemanusiaan? Seminggu lagi tahun berganti, dan kenyataanya tidak ada perubahan baik yang terjadi akhir-akhir ini. Aku selalu memiliki pertanyaan besar dalam hidupku sekarang. Bagaimana jika nanti aku punya anak? Apakah ia akan hidup dengan aman di kotanya? Apakah ia akan hidup sejahtera di negaranya sendiri?
Aku ingat, ini adalah malam Natal. Malam yang disakralkan oleh umat Kristiani. Malam yang Kudus. Suci. Mereka merayakannya dengan penuh khidmat. Aku bukan pengikut mereka, maka aku akan merayakan malam ini dengan perasaan yang rawan. Yeah, barangkali kita semua tahu, setiap kali ada perayaan hari besar agama lain, kaum-kaum proletar di segenap penjuru kota akan mendatangi tempat-tempat ibadah umat mereka. Ketika Natal, kaum-kaum tersebut akan mendatangi gereja-gereja dan siap menjalankan aktivitasnya dengan menengadahkan tangan 01meminta rezeki di hari yang suci (padahal mereka semua punya hape). Ketika tahun baru Imlek, mereka akan menyerbu kuil-kuil dan berebut sembako serta sedekah gratis. Aku malu. Rata-rata mereka mempunyai agama yang sama dengan agama yang kuanut. Agama yang katanya penuh rahmat dan saling mengasihi di antara sesama umatnya. Maaf, aku bukan menjelekkan agamaku. Aku hanya sedih membayangkan kemiskinan masih membayangi negara religius ini. Aku sedih melihat mereka berebut sekadar makanan dan uang yang tidak seberapa (bagi umat agama lain) jumlahnya itu. Aku sedih sekaligus kecewa melihat kemiskinan telah membutakan mata mereka. Mereka tidak lagi sungkan melanggar ketertiban, rasa lapar telah membuat mereka beringas. Barangkali aku lebih memuji seorang pemulung di Bantar Gebang, miskin tapi masih bisa bekerja. Aku masih salut kepada pengamen tua yang sendiri saja mengamen, dengan instrumen gitar yang ia mainkan tanpa nyanyian, tanpa suara gendang, dan aku mendengarnya dengan penuh keharuan di depan rumahku tadi siang. Inikah wajah negaraku? Orang miskin dipelihara oleh negara, setidaknya itu kata Undang-undang. Ya, barangkali mereka dipelihara untuk dijadikan boneka, boneka kekuasaan, boneka politik uang, serta boneka kepuasan pribadi.
Apakah kaum-kaum tersebut akan menjadi kaum-kaum marjinal di negara bahkan di agamanya sendiri? Kaum-kaum feodal yang mengatasnamakan dirinya penguasa akan dengan mudah memarjinalkan mereka. Kaum lelaki akan dengan mudahnya mematriarki perempuan. Aku sendiri pun terkadang sering menjadi kaum yang marjinal. Kaum yang selalu beronani untuk melangsungkan hidupnya. Marjinal tanpa sengaja. Marjinal yang buta. Berbahagialah mereka yang merasa dirinya penguasa. Penguasa yang menjual basa-basi.
Mira…
Jika kau membaca tulisan ini, apakah kau akan bisa membaca kegelisahanku tentang hidup? Apakah kau akan bisa menenangkanku seperti kau menenangkan air mata cengengku tempo hari? Maaf jika aku menjadi jarang untuk mengirimkan puisi padamu. Aku sangat lelah berpikir. Aku menjadi seseorang yang kritis. Aku menjadi tidak suka berbasa-basi. Aku akan selalu mengantuk dan ingin tidur jika kudengar orang-orang meributkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu untuk diributkan. Dan terkadang aku menjadi sangat jarang mempercayai orang. Aku ingin beristirahat dengan nyaman. Dan aku ingin kau ada di sisiku lagi…



No comments:

Post a Comment