Monday 11 June 2012

MENENGOK KEMBALI KAWASAN KARST



Saat ini Kawasan Karst banyak yang tidak dikenal oleh orang, padahal kenyataannya banyak Kawasan Karst atau bisa disebut sebagai Kawasan Batu Gamping banyak ditambang orang sebagai bahan baku pembuat semen dan cat tembok. Banyak orang yang melakukan konservasi untuk wilayah alam seperti hutan, tetapi sangat sedikit orang yang peduli dan melakukan konservasi di wilayah Karst.

Kawasan Karst sendiri memang mempunyai potensi yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan. Namun, sayangnya pemanfaatan tersebut sering tidak diimbangi oleh konservasi dan pelestarian wilayah itu sendiri. Karst secara geografis berada di kawasan batu gamping yang  merupakan bahan baku utama pembuat semen. Hal inilah yang menjadi permasalahan dilematis antara anggota pecinta alam dengan penambang.


Permasalahan yang terjadi memang dilematis, sebabnya semen adalah salah satu komponen utama untuk pembangunan. JIka ingin melindungi kawasan karst, mau tidak mau Indonesia harus mengimpor semen. Itu pun harus diimpor dari negara yang masih membolehkan eksploitasi kawasan Karst. Kalau Indonesia masih membolehkan penambangan di wilayah Karst, ya lambat laun Karst itu dapat habis.

Berdasarkan pendapat para ahli, sangat tidak mudah untuk merekonstruksi kawasan Karst. Konflik dengan penambang untuk mempertahankan wilayah Karst semakin mengkristal dan intens. Padahal, Kawasan Karst seyogyanya memiliki potensi lain selain dalam bidang pertambangan, yakni sejarah. Kelompok Riset Cekungan Bandung (KRCB) sendiri telah menemukan beberapa peninggalan arkeologi seperti waruga, punden berundak, artefak, dan perkakas-perkakas pada zaman batu, serta kerangka manusia purba pertama di Kawasan Karst Citatah, Padalarang, Jawa Barat.

Bagi pecinta alam, penambangan kawasan karst merupakan ancaman yang sangat berbahaya. Namun, bagi penambang ini merupakan potensi yang bisa digunakan untuk mengganjal perut mereka. Oleh karena itu, pabrik semen adalah musuh utama bagi pecinta Karst.

Upaya pemerintah bukan tidak ada. Telah lama pemerintah berupaya untuk meregulasi kawasan Karst. Namun, regulasi Kawasan Karst selalu terkendala dalam masalah perekonomian rakyat yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas pertambangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan sebuah kajian intensif mengenai potensi dari Karst itu sendiri.

Pemerintah pun melalui Kementrian ESDM sebenarnya telah mengeluarkan Kepmen ESDM No. 1456/K/20/MM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst yang aplikasinya mengelompokkan kawasan karst menjadi tiga kelas. Namun, pengelompokkan ini sendiri sering disalahartikan oleh penambang. Oleh karena itu, Kepmen tersebut diperbarui menjadi PP No. 26 tahun 2008 Pasal 53 sampai 60 tentang pengelolaan kawasan bentang alam yang unik, salah satunya adalah kawasan Karst. Setidaknya, melalui PP tersebut relokasi wilayah mengenai mana kawasan yang boleh ditambang dan mana kawasan yang tidak boleh adalah jelas.

Mengatasi masalah eksploitasi kawasan Karst, Cahyo Alkantara, Ketua Himpunan Spelelologi Indonesia serta pembaca acara TEROKA di Kompas TV, memiliki cara jitu untuk melakukan konservasi wilayah Karst. “Selama ini Kawasan Batu Gamping (Karst) merupakan daerah dimana kehidupan masyarakatnya tergolong miskin. Tidak ada cara lain selain menambang Karst untuk mempertahankan hidupnya. Konflik dengan penambang pun tidak akan menghasilkan titik temu. Oleh karena itu, solusi yang paling baik adalah dengan melakukan konsep Ecotourism,” kata Cahyo.

Konsep Ecotourism itu sendiri merupakan konsep pengembangan kawasan dimana terdapat potensi kualitas geologi. Cahyo optimis, dengan konsep ecotourism, pertumbuhan ekonomi masyarakat di kawasan Karst akan tinggi dibandingkan dengan melakukan pertambangan. Selain itu masyarakat pun secara otomatis menjaga kawasan tersebut karena telah ditetapkan menjadi daerah wisata.

“Ecotourism adalah masa depan Indonesia. Pertambangan suatu saat nanti akan berhenti akibat habisnya sumber daya alam. Oleh karena itu, kita harus jaga sisa-sisa warisan alam ini dengan menggalakkan konsep ecotourism, atau konservasi kawasan yang ujung-ujungnya merucut kepada konsep torism. Melalui pariwisata, saya yakin industry tambang tidak akan berani masuk,” tegas Cahyo.

Diubah seperlunya dari tulisan saya di website Unpad
Gambar kompasiana
  

No comments:

Post a Comment