Monday, 9 December 2013

Ada Apa dengan Kamar 308?

Hujan menemani perjalanan saya bersama rombongan panlok SBMPTN Jabar menuju Hotel lnna Samudra Beach, di tepi pantai Palabuhan Ratu. Pukul setengah 9 malam, rombongan pun tiba di hotel yang sudah berdiri sejak tahun 1960 tersebut. Dari luar, hotel ini terkesan tua dan angker, apalagi suasana halaman hotel yang minim penerangan.

Saya pun kebagian menginap di kamar 303 yang berada di lantai 3. Sejenak, ingatan langsung melayang pada sebuah kamar yang banyak diperbincangkan orang. Ya, saya menginap di kamar yang berdekatan dengan kamar 308, sebuah kamar yang diyakini sering didatangi oleh Nyai Roro Kidul, sang Legenda Pantai Selatan.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa dan sebagian Bali, Nyai Roro Kidul atau Nyai Rara Kidul atau Nyai Lara Kidul adalah seorang pembantu Ratu Pantai Selatan. Konon, Nyai Roro Kidul sangat menyukai warna hijau, dan selalu mengambil orang-orang yang mengenakan baju hijau ketika bermain di Pantai Selatan. Mitos ini sangat kuat melekat dalam benak masyarakat, sebab telah banyak wisatawan tewas akibat terseret arus laut ataupun mati tenggelam di laut Selatan.

Saturday, 23 November 2013

ABAH SUTARYA, MANTAN PEJUANG YANG BERJUANG UNTUK HIDUP

Pertemuan saya dengan Abah agaknya tidak akan terjadi apabila saya tidak memutuskan untuk mampir sejenak dari perjalanan pagi menuju kantor. Di sudut toko waralaba di samping Kampus IPDN, ia duduk, berkemeja lusuh dan bersendal jepit. Sedang di depannya satu boks dagangan kue Moci yang terisi setengah. Setiap orang yang masuk ke toko tersebut, ia lemparkan senyum sambil menawarkan dagangan.

Pagi itu takbanyak orang yang berbelanja. Ia duduk di lantai yang usang oleh debu. Sementara di halaman toko terjejer kursi-kursi berikut meja yang sering digunakan pengunjung untuk mengobrol, ngopi, atau nongkrong.

Saya mampir ke toko tersebut untuk membeli roti, air mineral, dan rokok. Saya parkirkan motor butut saya persis di samping Abah yang sedang duduk. Senyumnya mengembang ketika melihat saya memarkir motor. Dengan suaranya yang pelan dan parau ia pun menawarkan dagangannya kepada saya.

SEPASANG MANUSIA YANG MENJADI KENANGAN


“Pandanglah wajahku ini istriku, karena kelak masa tua begitu cepat datang menerpa kita sehingga matamu taklagi jelas melihat wajahku,” pinta suami kepada istrinya ketika di malam-malam remang. Berdua saling terlentang dan kadang berpelukan mengusir sepi mengusir sunyi membuang jauh-jauh amarah yang kunjung mendera. Berdua dalam kelam malam tanpa cahaya di ruang yang takkan pernah terjangkau semesta penuh cahaya.

Sunday, 21 July 2013

SUBANG, DULU DAN SEKARANG

Syahdan, jikalau tidak ada sosok Nyi Subang Larang, istri Prabu Siliwangi yang beragama Islam, maka takakan ada nama kota “Subang” di Jawa Barat ini. Tatkala nama Subang sering dikaitkan dengan peristiwa Perjanjian Kalijati, Maret 1942, sebuah perjanjian dimana untuk pertama kalinya Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, saya justru menemukan bahwa Subang adalah nama untuk menghormati almarhumah Nyi Subang Larang.
Tugu Padi, mungkin tugu Selamat Datangnya kota Subang


Nyi (bhs. Sunda: Putri) Subang Larang adalah julukan dari seorang perempuan bernama Kubang Kencana Ningrum, seorang istri dari Prabu Siliwangi yang beragama Islam. Lahir tahun 1404, putri Ki Gendeng Tapa ini merupakan seorang srikandi yang juga penyebar Agama Islam di tatar Pasundan.

Hal ini dibuktikan dengan didirikannya sebuah pondok pesantren besar bernama “Kobong Amparan Alit” di kawasan Teluk Agung yang secara geografis kini terletak di Desa Nanggerang, kecamatan Binong, kecamatan Subang.

Saturday, 15 June 2013

Pada akhirnya, kata-kata mengunci kita. Bisu menjalari ruang-ruang insomnia kita. Sunyi lekat dengan suaraku yang berharap namamu, sekali lagi namamu, kuingat sebagai kawan perbincangan yang hangat ketika senja. 

Saturday, 18 May 2013

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 3)


Baca juga: Bagian I , Bagian II

Dimana-mana Ada Proyek Tol
Jalan di Rancakalong

Selepas belok kanan, motor pun masih merayapi punggungan bukit yang berkelok. Jalanan masih mulus dan sepi. Beberapa pohon hutan yang tinggi terdapat di samping jalan. Tidak heran beberapa pengendara lain pun dengan cuek mengemudi motornya tanpa menggunakan helm dan alat pengaman lainnya.

Memasuki Rancakalong, sebuah kecamatan di Kabupaten Sumedang ini, pikiran melayang pada sebuah kelompok seni Tarawangsa yang saat ini hampir punah. Pendopo “Sumedang Larang” yang dipimpin oleh Abah Encu merupakan salah satu kelompok tarawangsa yang masih eksis di Sumedang. Pendopo itu sendiri terletak di daerah Rancakalong. Konon, Abah Encu merupakan seorang sesepuh yang punya kesaktian tinggi.

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 2)

Baca juga : Bagian I Bagian III

Bertemu Monyet Hutan

Memasuki daerah Sumedang, matahari lebih leluasa bersinar dan hamparan kebun teh mulai tergantikan dengan perbukitan tinggi khas daerah Sumedang. Jalan pun mulai berliku dan merayap menaiki perbukitan. Deretan pohon cemara dan pinus yang tinggi tampak di atas jalan yang saya lalui.

Daerah yang dikenal dengan nama Tanjungsiang ini merupakan daerah terujung di kawasan Sumedang Utara. Meskipun masuk ke daerah Sumedang, orang-orang lebih suka belanja ke Cisalak, Kasomalang, ataupun Subang. Sebab, untuk bisa ke pusat kota Sumedang, dari Tanjungsiang bisa membutuhkan waktu hingga 2 jam perjalanan dengan jalan berkelok. Berbeda dengan waktu tempuh ke Subang, antara 30 menit hingga 1 jam dengan jalan yang tidak terlalu berkelok.

BUKA MATA BUKA PIKIRAN SEPANJANG SUBANG-SUMEDANG (Bag. 1)

Baca juga: Bagian II Bagian III

Kabut masih berpendar di langit ketika motor saya menderu melewati jalan raya Lembang-Subang. Seluas mata memandang, hamparan kebun teh yang sedikit terkontaminasi oleh asap kendaraan bermotor—termasuk saya—serta matahari yang malu-malu tersembunyi di balik kabut. Mungkin pemandangan indah seperti ini seharusnya tidak dilintasi oleh jalan Provinsi, dimana asap-asap kendaraan bermotor perlahan akan menghancurkannya.
Matahari dan perkebunan teh

Melintasi daerah perbukitan dengan hamparan kebun teh di kiri kanan jalan adalah keinginan saya kali ini,. Tidak perlu jauh-jauh ke daerah Puncak, atau Ciwidey dan Pangalengan, rute Lembang-Subang sudah menawarkan pemandangan kebun teh yang menakjubkan. Beberapa kali motor saya berhenti untuk mengambil foto panorama yang selalu menggelitik saya setiap kali hendak memutar gas lebih kencang. Maklum, di pagi hari, jalanan cenderung lengang dan kondisinya yang baik selalu menggoda saya untuk memacu motor lebih kencang.

Thursday, 9 May 2013

BERBURU BUKU MURAH? YA DI PALASARI


Tumpukan buku-buku tua maupun baru berjajar rapi di setiap kios yang ada di Kompleks Pasar Buku Palasari, Bandung. Meskipun baru beberapa kios yang buka, suasana lorong kompleks sudah mulai dipenuhi oleh beberapa pengunjung yang mencari buku. Para pemilik kios pun dengan ramah dan sigap bertanya kepada setiap pengunjung yang lewat perihal buku apa yang dicarinya.

“Mari mas, cari buku apa? Hukum, ekonomi, sosial?” tanya salah seorang penjual. 

Kompleks Pasar Buku Palasari
Langkah kecil saya pun tertuju pada sebuah kios tanpa nama. Seorang bapak usia 40 tahunan sedang duduk membaca koran sambil menanti pembeli tiba. Saya pun menanyakan sebuah judul buku yang saya cari, Hukum Kewarganegaraan dan HAM. Buku tersebut nyatanya termasuk ke dalam buku yang sulit dicari, sebab tidak banyak ahli Hukum yang menulis buku itu.

Saturday, 4 May 2013

LUKA

Diammu mengandung makna, saat air mata kau tuang ke dalam cangkir gelasku. Kureguk dan kuminum hingga tandas. Taktahu bahwa itu adalah luka yang kau timbun dalam sejuta nafas heningmu. Airmata itu mengalir menjelajahi sanubariku. Mengisi ruang-ruang kosong di tubuhku

Kutahu bahwa luka itu terlalu manis untuk kita enyahkan.




Kita selalu belajar hidup dari luka.

Saturday, 13 April 2013

HAPPY SALMA, "TEATER ADALAH SENI MUJARAB UNTUK MENYAMPAIKAN PIKIRAN"


Foto : Dadan T (Humas Unpad)
Tidak banyak artis Indonesia yang mendalami teater sebagai bagian dari proses berkeseniannya. Padahal, teater adalah salah satu seni yang penting didalami oleh seorang pemain peran. Untuk terjun ke dalam dunia peran, kemampuan berteater sangat penting dimiliki untuk mampu menjiwai tokoh yang nanti diperankan.

Salah satu artis yang konsisten bergerak di dunia teater selain dunia keartisannya ialah Happy Salma. Happy Salma adalah artis dunia hiburan Indonesia yang masih juga terjun di dunia teater. Baru-baru ini saya bertemu  dengan artis kelahiran Sukabumi, 4 Januari 1980 tersebut, di sela-sela latihan pementasan monolog “Inggit” yang sukses dimainkan olehnya pada Rabu (10/04) lalu.

Tuesday, 19 March 2013

TRAVELER: I DREAM, I TRAVEL, I LIFE!




Menyandang ransel besar. Naik kereta api, bus, kapal laut, hingga kapal terbang dengan harga promo. Menginap di kawasan penginapan murah. Menyandang kamera lalu memotret setiap tempat-tempat yang didatangi. Itulah beberapa ciri dari seorang traveler yang biasa kita temui di beberapa kawasan wisata. Menikmati hidup dengan berpetualang adalah maksud dari setiap perjalanan yang dilakukannya.

Namun, pernahkah kita sampai pada pemikiran bahwa apa sebenarnya esensi dari sebuah traveling itu? Apakah esensi sebenarnya dari seorang traveler yang pergi ke tempat-tempat yang indah dan menakjubkan di seantero dunia atau hanya sejenak melakukan refreshing dari aktivitas keseharian yang menjemukan?

Tuesday, 12 March 2013

MENGAYUH KEHIDUPAN DENGAN BECAK



Kendaraan ini bukanlah termasuk kendaraan bermotor. Rodanya tiga, dan dikayuh oleh manusia. Di zaman serbamodern ini, becak masih bertahan sebagai angkutan transportasi ramah lingkungan.


Barangkali kita sudah sangat akrab dengan transportasi roda tiga yang satu ini. Moda transportasi ramah lingkungan ini sangat populer sebagai alat transportasi untuk angkutan jarak dekat, khususnya di wilayah Indonesia dan sebagian Asia. Namun, tahukah Anda sejak kapan becak menjadi sarana transportasi di Indonesia?

Becak diperkirakan masuk ke Indonesia pada awal abad ke-20. Seperti dikutip dari situs id.wikibooks.org awalnya becak digunakan untuk mengangkut barang-barang para pedagang Tionghoa. Baru pada tahun 1940-an becak digunakan sebagai angkutan umum dengan kapasitas penumpang 2 orang ditambah pengemudi satu orang.

Wednesday, 6 March 2013

KISAH TENTANG LENTERA


Lentera bertanya pada ibunya, “Ibu, mengapa aku harus menerangi malam dengan cahayaku?”. Ibunya menjawab dengan belai mesra dengan hangat kecupan di pipi lentera, “Sayang, beruntunglah kau menjadi sebuah lentera. Kau selalu akan dirindukan malam, dirindukan gemintang, dan dirindukanNya. Cahayamu yang kadang remang kadang terang itulah yang menjadi pelita dan sasmita ketika kegelapan berangsur tua. Kau adalah bianglala yang selalu menjadikan bumiNya tersenyum kembali meskipun malam gulita datang. Takseperti manusia yang selalu haus mencari cahaya ketika gulita, namun mengabaikan bahkan mematikannya kembali begitu mereka bosan dan terlena dengan tawanya.”

Lentera diam, seakan ingin baginya memasukkan mentari ke dalam sela-sela jiwanya agar selalu terang takpernah remang bahkan padam karena habis daya upaya. Mentari itu ciptaanNya. Lentera bahkan takpernah tahu bahwa dunia tak hanya sebatas yang diteranginya saja. Ia ingin selamanya gelap takpernah terang karena ia ingin membaca sabda malam yang tak kunjung usai ia terjemahkan. 

Lentera takpernah tahu bahwa manusia juga mempunyai sabda.




Bandung, 7 Maret 2013 01.30

BAYANG-BAYANG

“Selalu bersama,” katamu, “kita selalu bersama.”

Dalam dunia yang tidak pernah tercatat waktu, kami selalu berjumpa dan bersama. Dalam semesta ruang yang tak berhampa, kami selalu mencatat sebuah sejarah dan masa gemilang. Karena masa akan terus berganti, melenyapkan kini menjadi masa-masa berikutnya, lalu ia pun akan berganti juga begitu seterusnya. Apakah masa-masa yang telah hilang tersebut secara harfiah akan hilang tanpa ada bekasnya? Betapa masa-masa lalu selalu penuh dengan kenangan. Dan tentu saja kenangan tidak akan melayang, lenyap hilang di udara manakala kita selalu abadikan bagai sebuah foto yang selalu tersimpan rapi dalam album.

Kami selalu bertemu tanpa cahaya, karena apakah cahaya akan selalu ada mempertemukan kami? Masalahnya, dunia tidak selamanya disinari oleh cahaya. Adakalanya cahaya akan hilang datang pergi bagai langkah kaki bagai guguran daun, muncul lagi hilang lagi muncul lagi hilang lagi. Betapa cahaya tidak akan selamanya bersinar benderang. Karena itulah kami memutuskan bertemu tanpa cahaya yang membiasi kami. Bagaimanakah bisa melihat wajah masing-masing; seseorang kelak akan berkata seperti itu pada kami. Betapa tanpa cahaya pun, aku sudah bisa melihat wajahnya karena mata kami tidak pernah berdebu. Mata kami bisa menembus kegelapan, bisa menjelajahi semesta gelap yang sunyi dan kelam. Mata kami berada di hati dan siapa yang hendak mencarinya?

DARI BALIK PERJALANAN

Perjalanan panjang ini membuatku menjadi serasa terasing dari dunia ini. Aku rindu rumah. Aku rindu kamar. Aku rindu hangat pagi hari. Dan aku juga rindu kamu. Telah lama kutelusuri perjalanan yang barangkali aku sendiri pun takakan pernah tahu kapan akan temukan tujuannya. Aku berjalan tanpa arah mata angin. Aku berjalan tanpa mengenal waktu. Dan aku berjalan tanpa mengenal tujuan. 

Bus terus melaju menembus perbukitan. Dari balik kaca jendela kulihat dunia, dunia yang sebenarnya terhampar dengan jelas di depanku yang hanya dibatasi oleh kaca sahaja. Tentunya aku tidak sedang melihat fatamorgana. Segala yang ada terlihat dengan sangat jelas di depan mataku. Bukankah kamu sendiri yang bilang jika sesuatu yang tampak di depan mata terlihat dengan sangat jelas dan dapat diraba maka itulah dunia sebenarnya yang kita pandangi? 

Saturday, 23 February 2013

LIMA FRAGMEN TENTANG KENANGAN



I

“Kelak jika aku kembali kesini. Akan kukumpulkan semua kenangan-kenangan kita yang terserak di beberapa tempat, lalu aku simpan di sebuah ruangan yang akan kuberi nama Museum Kenangan,” ujar seorang lelaki kepada kekasihnya, sesaat sebelum waktu memisahkan mereka di kota Jogja.

Malam yang dingin, angin membawa hujan. Sepasang kekasih itu berjalan di sepanjang trotoar yang mulai sepi. Satu persatu orang-orang pulang, pedagang kaki lima membereskan dagangannya. Beberapa turis masih ingin menikmati malam dengan sekadar berjalan-jalan, ataupun makan di warung-warung yang bertengger di pinggir jalan. Pengamen memainkan lagu cinta.

Sepasang kekasih itu mendengar lagu yang dinyanyikan oleh pengamen itu. Keduanya saling menatap bahagia, seakan belum pernah menemukan kebahagiaan seperti itu selama hidupnya. Ada rasa yang takbisa diucap oleh kata. Keduanya terdiam, namun dalam hati mereka masing-masing tengah berlangsung percakapan yang mesra dan lembut.

“Aku bahagia,” ujar si wanita sambil menggenggam erat tangan lelakinya.

Sunday, 3 February 2013

Brrr... Menggigil di Kereta Ekonomi


sumber foto: klik

Selama ini anggapan masyarakat mengenai kereta ekonomi ialah suasana kereta yang bejubel, padat, kotor, banyak tukang dagang, berebut, kumuh, kondisi kereta yang tidak terawat, serta berbagai pemikiran yang notabene mengarah ke negatif. Hal ini tentunya selalu menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi PT KAI Indonesia untuk merealisasikan suatu sarana transportasi masal yang murah, cepat, dan nyaman.

Perlahan tapi pasti, langkah PT KAI untuk merevitalisasi kereta kelas ekonomi terbilang berhasil. Wajah buruk tentang kereta ekonomi sebagai angkutan murah namun penuh risiko perlahan mulai berubah. Hal ini terlihat ketika saya menaiki KA Ekonomi Kahuripan tujuan Padalarang-Kediri. Suasana KA ekonomi yang menjadi sarana favorit wisatawan yang bergelar “backpacker” Bandung menuju kota-kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

Thursday, 3 January 2013

KAMU, YA HANYA KAMU

*I


Kamu, yang berlindung di balik waktu, yang merengkuh dalam cahaya senja. Ya, kamu, hanya kamu. Siapa lagi kalau bukan kamu? Yang menggenggam jemari sang takdir hingga akhirnya mendekapnya dengan erat.

Kamu, yang indah dalam nanar matahari, yang berbicara pelan dalam goresan kabut. Ya kamu, hanya kamu. Siapa lagi kalau bukan kamu? yang mengubah waktu dan memutarbalikkan ingatan.

Kamu, yang ceria dalam hujan akhir tahun, yang menangis dalam kemilau matahari. Ya kamu, bukan dia atau mereka. Hanya kamu. Siapa lagi yang sudi bertahan hanya untuk kamu? yang selalu lupa bahwa waktu serupa denting-denting sunyi.

Kamu, yang menjadi hujan dalam lautan abu, yang menjadi peluk dalam kesunyianku.


Kamu, ya.. Aku rindu.